TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Demokrat menyatakan tidak main-main dalam melaporkan Firman Wijaya, kuasa hukum Setya Novanto, ke Peradi dan Bareskrim Polri.
"Saya melaporkan dalam posisi sebagai Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum, Partai Demokrat. Oleh Pak SBY, saya juga diberi kuasa. Dengan tegas Pak SBY turun, kami tidak main-main dengan perkara ini," ucap Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ardy Mbalembout, di Kantor Peradi, Grand Slipi Tower, Jakarta Barat, Jumat (2/3/2018).
Ardy Mbalembout menuturkan sebenarnya SBY merupakan sosok yang demokratis dan punya kebijaksaan.
Seandainya sejak awal Firman Wijaya mau meminta maaf maka menurut dia kubu SBY tidak akan mempolisikan Firman Wijaya maupun melaporkannya ke Peradi.
"Kalau Firman Wijaya merasa sebagai seorang anak, merasa salah, dia datang, sebenarnya sudah kami maafkan intinya itu. Kalau tetap melawan proses hukum kita lakukan. Nah karena tidak ada permintaan maaf, makanya kami laporkan dugaan pelanggaran etik di Peradi termasuk yang di Bareskrim kami dorong," tutur Ardy Mbalembout.
Baca: Laporkan Firman Wijaya, Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Demokrat Diundang ke Peradi
Ardy Mbalembout menambahkan terkait perkara ini, sedari awal kubunya sudah melakukan komunikasi melalui WhatsApp dengan Firman Wijaya namun tidak direspon.
Termasuk juga mendatangi langsung ke Pengadilan Tipikor, tapi juga tidak ada etikat baik.
"Sepertinya ini sulit, keras-kerasan. Mereka merasa benar. Ya kita uji saja di sini. Kami juga melapor ke Bareskrim kan," singkatnya.
Diketahui, masalah Firman dengan Partai Demokrat bermula saat sidang lanjutan Setya Novanto pada 25 Januari 2018.
Dimana saat itu, mantan Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Mirwan Amir menyatakan proyek e-KTP dikuasai partai pemenang pemilu 2009, yakni Partai Demokrat.
Atas keterangan Mirwan Amir, selesai sidang, Firman Wijaya memberikan pernyataan pada awak media, menyatakan bahwa klienya (Setya Novanto) bukan pihak yang mengintervensi proyek yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.