TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berlebihan rencana Ketua Dewan Pembina ACTA Habiburokhman yang melaporkan pertemuan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara ke Ombudsman.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombin justru berpendapat PSI akan sangat mendapat keuntungkan dari sisi citra di publik terkait pelaporan itu.
"Jika rencana itu direalisasikan justru menguntungkan Grace Natalie dan partai yang dipimpinnya karena semakin populer dan bisa jadi malah mendapat simpati dari rakyat Indonesia," ujar Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner kepada Tribunnews.com, Senin (5/3/2018).
Untuk Itu Emrus menilai laporan ACTA ke Ombudsman sebaiknya tidak perlu dilakukan.
Baca: Soal Laporan ACTA, Ombudsman RI: Sejak Indonesia Merdeka Presiden Sudah Terima Tamu di Istana
Lagi pula, tegas dia, siapapun warganegara, baik perorangan maupun kelompok sosial, termasuk partai politik, sah-sah saja bertemu presiden sebagai kepala pemerintahan dan sebagai kepala negara.
"Untuk itu, saya menyarankan agar rencana tersebut dibatalkan saja," tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua DPR Bambang Soesatyo, bahwa tidak masalah presiden Jokowi menggelar pertemuan dengan pengurus PSI di Istana Negara.
"Memang masalahnya dimana?" ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (5/3/2018).
Menurut Bamsoet Jokowi sudah pernah menerima pengurus partai politik di Istana. Mulai dari PDIP hingga Golkar.
"Lalu kalau terima PSI masalah? Memang di Istana kalau undang yang lain enggak ngomong politik praktis," katanya.
Sebelumnya Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) berencana laporkan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Partai Solidaritas Indonesia ke Ombudsman. Mereka menilai adanya pelanggaran dalam pertemuan tersebut.
"Breaking News : Hari Senin ACTA laporkan kasus “Dugaan Rapat Pemenangan Pilpres di Istana” ke Ombudsman Republik Indonesia," kata Ketua Dewan Pembina ACTA Habiburokhman dalam akun Twitter-nya, @habiburokhman, Sabtu (3/3/2018). (*)