News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Politikus PKS: Kalau Balik Dipilih DPRD, Kepala Daerah Jadi Lemah Kembali

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mardani Ali Sera

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai Kepala Daerah akan menjadi lemah kembali kalau pemilihan berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Hal itu disampaikan Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Jumat (9/3/2018) untuk menanggapi wacana Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo meminta agar wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD benar-benar dikaji secara serius di Komisi II DPR.

"Kalau balik ke DPRD maka rezim Kepala Daerah menjadi lemah kembali," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI kepada Tribunnews.com, Jumat (9/3/2018).

Karena imbuhnya, Kepala Daerah harus diangkat dan bertanggung jawab kepada DPRD.

"Biasanya otomatis dapat di impeach oleh DPRD," jelas Mardani.

Ia pun menanggapi Bamsoet demikian sapaan Ketua DPR RI terkait kekhawatiran soal maraknya politik transaksional dalam dunia politik.

Menurut Mardani, inti persoalan bukan pada sistem pemilihannya, tapi pada perilaku korupsinya.

Problemnya lebih lanjut Mardani menjelaskan, bukan di sistem pemilihan tapi ambang batas 20% membuat biaya beli perahu atau bersatu dengan wakil yang tidak satu visi.

Karena itu dia melihat tidak usah diubah sistem pemilihannya seperti sekarang. Hanya saja syarat ambang batasnya diturunkan menjadi 5%.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengusulkan agar kepala daerah, baik gubernur, bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD.

Dengan begitu, diharapkan tak ada lagi politik uang yang kerap terjadi tiap kali pemilihan kepala daerah digelar.

"Ada baiknya ke depan, pemilihan kepala daerah mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur tidak dilakukan secara langsung tetapi dikembalikan ke DPRD," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Rabu (28/2/2018).

Politikus Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini mengaku prihatin dengan politik uang yang banyak dilakukan saat pilkada.

Banyak calon kepala daerah yang menyogok rakyat agar bisa dipilih. Rakyat pun dengan senang hati menerima uang atau barang yang diberikan.
"Masyarakat terbiasa dibeli dengan uang. Ironisnya, di beberapa daerah yang saya kunjungi, ada warga yang berharap pilkada bisa dilakukan setiap tahun hingga mereka bisa mendapatkan uang terus," kata Bambang.

Selain politik uang, Bambang juga menyoroti potensi konflik yang tinggi apabila pilkada dipilih langsung oleh masyarakat. Apalagi, konflik ini sengaja ingin diciptakan oleh kelompok tertentu.

Menurut Bambang, mulai terlihat upaya untuk memecah persatuan bangsa serta merusak kerukunan antarumat beragama. Pola-pola penyerangan terhadap tokoh, pemuka agama serta rumah ibadah, menjadi salah satu bukti upaya memecah persatuan dan merusak kerukunan antar-umat beragama.

"Pola-pola seperti ini pernah dilakukan beberapa tahun lalu. Modus yang dipake antara lain dengan menggunakan isu dukun santet dimana banyak korban yang jatuh," ujar Bambang.

Usul mengubah sistem pilkada dari dipilih langsung oleh rakyat menjadi diwakilkan lewat DPRD pernah diusulkan oleh Partai Golkar dan beberapa partai lain pada akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Usul ini sudah gol di dalam rapat paripurna DPR dan disahkan dalam Undang-Undang Pilkada.

Namun, karena protes keras publik, SBY akhirnya mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang kembali membuat pilkada dipilih langsung oleh rakyat.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini