Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/3/2018) kembali menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa Bupati nonaktif Kutai Kartanegara, Rita Widyasari dan Khairuddin, Komisaris PT Media Bangun Bersama (BMM).
Dalam sidang kali ini dihadirkan pula Direktur Utama PT Golden Sawit Prima, Herry Sutanto Gun.
Baca: Tiga Mahasiswa Surabaya Bertukar Informasi Peretasan Lewat Aplikasi Telegram
Herry Sutanto diketahui berstatus terdakwa dalam kasus suap terhadap Bupati Rita senilai Rp 6 miliar untuk memuluskan izin pemanfaatan lahan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar.
Dalam persidangan, saksi Ismed Ade Baramuli, kepala Bagian Administrasi pertanahan pada Setda Kabupaten Kukar, menyebut Rita menerima kantong merah usai menandatangani izin perkebunan kelapa sawit untuk PT Sawit Golden Prima (SGP) dari Dirut PT SGP Hery Susanto Gun alias Abun.
Baca: Senyum dan Pengakuan Vicky Shu Dalam Sidang Kasus First Travel
kesaksian tersebut terungkap setelah hakim bertanya soal Rita yang pernah meminta agar proses penerbitan izin untuk PT SGP dipercepat.
Menjawab pertanyaan hakim, Ismed Ade Baramuli menjelaskan Rita memang pernah meminta hal itu dan ia membawa draf izin perkebunan sawit untuk PT SGP langsung ke Rita agar ditandatangani.
Baca: Soal Biaya Rp 20 Miliar Dalam Percakapan Setya Novanto, Saksi Ahli Nilai Ada Pengkondisian
"Karena diminta beliau untuk dipercepat proses pembuatan SK-nya dan Bu Bupati bilang kalau sudah selesai bawa ke rumah untuk di tandatangani, ya saya proses," ucap Ismed Ade Baramuli di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Setelah selesai, lalu draf SK dibawa Ismed Ade Baramuli ke rumah Bupati Rita.
Baca: Suap di Pangadilan Negeri Tangerang: Kronologi Penangkapan, Kesepakan Angka Suap, dan Jeritan Tuti
Ismed Ade Baramuli menjelaskan seharusnya sebelum ditandatangani Bupati, SK tersebut terlebih dahulu diparaf atasannya yaitu Asisten Daerah dan Sekretaris Daerah.