TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terus melakukan penyelidikan terkait penangkapan terhadap lima orang pelaku diduga melakukan pencurian data (skimming) kartu ATM.
Dari hasil penyelidikan, Polisi menemukan bahwa para tersangka terbagi menjadi tiga kelompok untuk melancarkan aksinya.
Kelompok pertama, yakni menjadi penyedia alat-alat untuk melakukan skimming.
"Alat software (perangkat lunak),hardware (perangkat keras), spy camera (kamera pengintai), alat berasal dari luar neger ke dalam negeri," kata Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol. Nico Afinta saat di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (17/3/2018).
Kelompok kedua, lanjut Nico, yaitu bagian operasional, yang memasang alat-alat tersebut di sejumlah mesin ATM.
Polisi mengindikasi para pelaku memasang alat skimming di ATM yang relatif sepi dan minim pengawasa petugas keamanan.
"yang kedua adalah kelompok operasional kalau kau ini adalah yang memasang kemudian melihat beberapa titik titik ATM yang kira-kira bisa dipasangi dengan aman dan mereka juga melihat situasi jam dengan menentukan sasaran. Ini akhirnya alat ini dipasang," papar Nico.
Sedangkan, kelompok Ketiga, berperan untuk mengambil uang para nasabah yang berhasil di skimming oleh para tersangka.
"Pengambil uang jarang diambil cash (tunai), polanya ditransfer, sebagian dipindahkan ke bitcoin untuk mempersulit penyelidikan," jelas Nico.
Untuk menghilangkan jejak uang yang diambil dari ATM, kata Nico, para tersangka menukarkan uang tunai dan memasukannya ke bitcoin guna menghilangkan jejak.
Terkait hal itu, pihak kepolisian akan melakukan kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Diketahui, para pelaku melakukan aksinya dengan mengambil data dengan alat skimming yang dipasang di mesin ATM.
Kemudian, para pelaku memindahkan data yang telah dicuri dan memindahkannya ke kartu ATM kosong. Pelaku lalu menarik uang nasabah yang telah dicuri tersebut
Dikabarkan sebelumnya, Tim Subdit Resmob Polda Metro Jaya menangkap lima orang tersangka, di mana empat orang tersangka merupakan Warga Negara Asing (WNA).
Tiga WNA berasal dari Rumania dengan inisial I alias RL, LN alias M, serta ASC. Dan satu WNA berasal dari Hungaria dengan inisial FH.
Keempat WNA tersebut masuk ke Indonesia dengan menggunakan visa turis.
Komplotan tersebut telah melakukan aksinya di Indonesia sejak Oktober 2017 dengan beraksi di sejumlah daerah, yaitu Bali, Lombok, Jakarta, dan Jogja.
Atas perbuatannya, kelima tersangka akan dikenakan pasal 363 KUHP, UU ITE, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman kurungan 9 tahun penjara.