Dalam pertimbangannya yang memperberat adalah Nur Alam tidak mengakui perbuatannya dalam menerima gratifikasi dan melawan hukum menerbitkan izin tambang.
Selain kurungan 18 tahun, Nur Alam juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar. Jika tidak mampu membayar uang pengganti satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, jaksa akan melelang harta benda miliknya.
Hukuman tambahan, Nur Alam juga dicabut hak politiknya. Tidak berhak memilih atau dipilih dalam suatu jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Sebelumnya, Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp 2.781.000.000.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonedia sebesar Rp 1.593.604.454.137.
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137. Atau setidak-tidaknya Rp 1.596.385.454.137
Nur Alam diancam pidana Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.