"Gerindra malah terlihat grogi dan ragu untuk mendeklarasikan pencalonan Prabowo," ujarnya.
Sebagai mantan Komandan pasukan khusus, Saiful mengatakan harusnya Prabowo Subianto paham betul bahwa syarat memenangkan sebuah peperangan yang besar adalah faktor the causes of war dimana dimana setiap prajurit harusnya tahu, mengapa mereka harus berangkat ke medan tempur.
"Prabowo adalah center of gravity Partai Gerindra. Tanpa Prabowo Subianto di depan pasukan, moralitas tempur dan mesin politik Gerindra akan kehilangan emosi tempurnya," katanya.
Padahal sebagai Partai oposisi selama 10 tahun, lanjut Saiful, Gerindra akan mudah mengakumulasi ketidakpuasan terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Sementara kondisi yang berbeda justru terjadi di kubu koalisi pendukung Jokowi dimana pemilih Jokowi belum tentu suka pada PDIP, mereka punya alternatif lain seperti Hanura, Nasdem, PKB, ditambah dua pendatang baru Perindo dan PSI.
"Suara tidak akan terakumulasi di PDIP, dengan demikian peluang untuk Gerindra semakin terbuka lebar sebagai pemenang Pileg 2019," katanya.
Dan itu hanya bisa terwujud, menurut Saiful, jika Prabowo Subianto berada di barisan paling depan sebagai Capres.
Sehingga, kata dia, Pilpres dan Pileg yang digelar serentak pada April 2019, bisa jadi adalah kondisi yang menguntungkan bagi Gerindra dan Prabowo.
"Peluang untuk mendapatkan dua kemenangan sekaligus yakni Kursi Presiden dan Kursi mayoritas di parlemen, semakin jelas di depan mata," katanya.
"Ketimbang malah mencalonkan figur lain, sangat beresiko kekalahan di dua medan tempur sekaligus. Presiden tak didapat, kursi parlemen tidak signifikan," Saiful Haq menambahkan.