TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejujuran dan komitmen mencegah korupsi bisa diteladankan siapa saja. Termasuk inspirasi yang diberikan seorang penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) Trucuk, Klaten, Jawa Tengah.
Abdurrahman Muhammad Bakrie, adalah contoh aparat sipil negara (ASN) yang aktif melaporkan penerimaan gratifikasi.
Tak tanggung-tanggung, Abdul begitu akrab disapa telah melaporkan penerimaan gratifikasi sebanyak 59 kali ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas dedikasinya tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengganjarnya dengan penghargaan sebagai ASN berintegritas.
Penghargaan diberikan Senin (2/04/2018) malam, bersamaan dengan pembukaan Rapat Koordinasi Kebijakan Pengawasan yang diselenggarakan Inspektorat Jenderal Kemenag.
Menag Lukman menyampaikan apresiasi kepada Bakri yang telah mengharumkan nama penghulu Indonesia karena rutin melaporkan gratifikasi ke KPK.
Menurut Menag, nilai penting dari yang dilakukan Bakri adalah konsistensinya mengklarifikasi harta yang didapatnya, apakah itu haknya atau bukan.
Soal jumlahnya memang relatif, yaitu sekitar Rp 4,2 juta. Namun spiritnya yang merupakan wujud dari kejujuran patut diteladani.
"Satu hal yang paling pokok dari itu adalah konsistensinya dalam mengklarifikasi harta apakah itu miliknya atau bukan,” ujar Menag.
Menurut Abdul, aksi melaporkan gratifikasi ke KPK itu dia mulai sejak 2015, yaitu setelah ada kebijakan tentang gratifikasi. Jumlahnya beda-beda. Sekali menikahkan bisa Rp 25 ribu sampai Rp 200 ribu.
Meski setiap bertugas sebagai penghulu di luar jam kerja dan di luar kantor, dia selalu memberi pengertian kepada warga agar tidak perlu memberi uang tambahan, sebab uang Rp 600 ribu yang dibayarkan warga sudah termasuk biaya transportasi dan jasa profesi.
Kendati demikian, tetap saja ada warga nekat memberikan uang tambahan tersebut. "Kita kalau mau tegas menolak malah tidak baik. Solusinya kita laporkan ke KPK," kata pria berusia 35 tahun itu.
Abdul mengaku komitmen berlaku jujur tersebut dia dapatkan dari kedua orang tua. Mereka berpesan agar selalu bekerja dengan benar. Tindak korupsi yang sudah memprihatinkan di Indonesia, menurutnya dapat dihapuskan mulai dari diri sendiri.
"NSemoga tetap Istiqomah. Agar tidak ada korupsi ya kita mulai dari diri sendiri," kata lulusan STAIN Surakarta itu yang sudah mengabdi di Kemenag Klaten selama 13 tahun.
Lebih lanjut, terkait Rakor Kebijakan Pengawasan, Menag Lukman berpesan kepada para auditor Inspektorat Jenderal agar lebih menekankan pada pencegahan tindak pidana korupsi, bukan penindakan. Karenanya, Itjen harus lebih menempatkan sebagai "pemandu", bukan ekeskutor yang hanya menindak.
Tugas pemandu, bukanlah hal mudah, karena harus memiliki kemampuan satu atau dua tingkat di atas orang yang dipandu. "Janganlah auditor itu hanya menunggu dibalik tikungan yang tidak diketahui keberadaannya, sehingga bisa dikatakan ini menjebak," kata dia.
Menag berharap auditor Kemenag minimal menguasi dua hal, yaitu: harus sudah selesai tentang dirinya sehingga tidak berbuat sesuatu yang bertentangan, dan memiliki kemampuan teknis yang memadai.
Irjen Kemenag M Nur Kholish menjelaskan Rakor ini tindak lanjut kegiatan Lokakarya Pengawasan (Lokwas) pada 8-10 Januari 2018 yang lalu. Lokwas merekomendasikan pentingnya optimalisasi peran Itjen sebagai pemandu yang baik untuk keluarga besar Kemenag.
Nur Kholish juga melaporkan bahwa Rakor ini diikuti 500 peserta yang terdiri dari pejabat eselon 3 unit eselon 1 pusat, Kabag TU di Kanwil Provinsi, 22 Kepala MAN IC, Kepala Madrasah negeri baik MIN dan MAN yang masuk kategori memiliki peserta didik lebih dari 1.000 orang.
“Rakor ini meneguhkan komitmen kami sebagai pemandu, mengajak seluruh warga Kemenag untuk bersama-sama memiliki integritas dan pada saat yang sama juga dapat menjunjung akuntabilitas sebagai mana yang diarahkan oleh para pemeriksa kita,” kata dia.