Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan larangan bagi mantan narapidana untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif di Pemilu 2019 diusulkan oleh KPU dan DPR.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan setuju atas usul itu.
Meski begitu, ia menilai aturan itu haruslah peraturan di level Undang-Undang Pilkada, dan bukannya di Peraturan KPU (PKPU). Sehingga, peraturan itu harus diubah, menurut Mahfud.
“Saya setuju. Substansinya karena urusan pengurangan hak asasi manusia itu menjadi wewenang lembaga legislatif," ujar Mahfud MD di Gedung PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/4/2018).
"(Tapi) Membolehkan orang ikut dan melarang orang ikut (nyaleg) itu wewenang UU bukan PKPU,” imbuh pakar hukum tata negara itu.
Baca: Menangis saat Minta Maaf, Sukmawati: Saya Tidak Ada Niat Menghina Umat Islam Indonesia
Ia pun meminta gagasan kedua lembaga itu disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Dari situ, barulah ditindaklanjuti oleh DPR.
“Gagasan KPU itu mungkin perlu disampaikan ke presiden dan DPR agar dijadikan Undang-undang saja. Bukan dibuat dalam bentuk PKPU,” ungkapnya.
Mahfud sendiri berpendapat jika larangan mantan napi menjadi caleg itu adalah upaya untuk menciptakan anggota legislatif yang bersih.
"Ya itu bagus (menciptakan pemimpin yang bersih), tapi UU nya (harus) dibuat," pungkasnya.
Sebelumnya, KPU belum bisa memastikan apakah aturan tersebut bakal dituangkan dalam PKPU atau tidak.
Hal ini tak lepas dari rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR yang baru akan dilanjutkan pekan depan.
Baca: Puan Temui Prabowo: Politisi PDIP: Tidak Seperti yang Semua Tampak di Permukaan
Sekedar informasi, aturan tentang mantan narapidana yang boleh mendaftarkan diri menjadi caleg tercantum dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada Pasal 240 ayat (1) huruf (g) disebutkan:
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.