TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Para peneliti dari berbagai kampus yang menghadiri Forum Group Discussion (FDG) yang digelar di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) pada Senin (9/4/2018), menyampaikan keluh kesahnya tentang iklim inivasi Indonesia.
Di antara mereka ada yang mengeluhkan minimnya dana riset yang disediakan pemerintah.
Belum lagi sering dipotongnya biaya riset karena minimnya anggaran pemerintah. Ada juga yang protes karena hasil penelitian yang hanya menjadi prototype dan tidak dimanfaatkan lebih lanjut.
Menanggapi sejumlah keluhan yang disampaikan para peneliti tersebut, Ketua Umum PPP M. Rimahurmuzy mengakui saat ini banyak kendala yang dihadapi oleh dunia riset dan ilmu pengetahun Indonesia.
Ia misalnya mencontohkan, belum adanya fokus penelitian yang digariskan pemerintah agar produk yang dihasilkan bisa dimanfaatkan dengan maksimal.
Padahal, dengan lebih fokus pada sejumlah faktor tertentu yang dianggap strategis akan bisa meningkatkan daya saing penelitian Indonesia.
Sejumlah negara menurutnya, saat ini sudah menentukan fokus sektor yang akan mereka garap lebih serius.
Di Amerika Serikat misalnya, pada masa awal pemeritahan Presiden Bill Clinton, ia mengumpulkan puluhan pakar di lintas bidang. Mereka berdiskusi untuk menentukan sektor yang perlu digarap lebih serius agar AS tetap memimpin dunia di masa depan.
Akhirnya pada saat itu mereka menentukan tiga hal yaitu Teknologi Informasi (TI), Bio Technology dan Energy. Tiga hal ini menjadi garapan paling serius dibanding bidang-bidang lainnya.
“Saat ini semua perusahaan besar TI yang ada dunia berada di Amerika Serikat. Ini bukan terwujud begitu saja,” kata Rommy.
Hal yang sama bisa dilakukan di Indonesia. Para peneliti dan pemerintah bisa perlu mengindentifikasi sektor apa yang bisa digarap lebig serius agar kita mempunyai keunggulan. Sebab tidak mungkin satu negara unggul di semua bidang.
“Sangat mungkin bangsa ini mempunyai keunggulan dan sepsialisasi yang tidak dimiliki bangsa lain,” tambah Rommy.
Selain itu perlu juga keberpihakan pemerintah kepada dunia penelitian. Keberpihakan ini bisa menjadi pembeda dan penentu bagi kesuksesan Indonesia perkembangan teknologi.
Ia mencontohkan, Baharuddin Jusuf Habibie, baik saat menjadi menteri presiden, terlihat ia memperlihatkan keberpihakannya. Sehingga banyak industri strategis yang bermunculan dan mempunyai kualitas yang bagus.
Namun keberpihakan itu juga perlu ditopang oleh undang-undang yang menjadi landasan dari sebuah keberpihakan. Sebab jika sebuah program hanya bertumpu pada person, maka program itu bisa hilang seiring berakhirnya masa kekuasaan seseorang.
“Kalau tidak punya kekuasaan itu tidak ada gunanya. Insinyur juga perlu jadi penguasa,” ujar Rommy.