TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan travel pra Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) meminta Kementerian Agama (Kemenag) Mencabut moratorium pengurusan izin pendirian PPIU.
Pasalnya, hal ini dinilai merugikan para travel yang belakangan menjalankan bisnis perjalanan umrahnya dan belum memiliki izin resmi sebagai PPIU dari Kemenag.
“Tujuan kami yang hadir dari seluruh Indonesia ini adalah untuk mencari solusi terbaik dengan keadaan saat ini. Tentunya, kami pihak dari pada pra PPIU ini ingin mengikuti aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Tetapi jangan jadikan kami ini sebagai bagian dari mereka yang sifatnya hanya kepentingan semata,” ujar Ketua Panitia Forum Diskusi Diskusi Pra PPIU 2018 di Cengkareng, Minggu (15/4/2018).
Dalam Forum Diskusi Pra PPIU yang dihadiri lebih dari 250 travel penyelenggara umrah Pra PPIU tersebut, Holiludin mengatakan, pihaknya ingin meminta kejelasan dan keadilan dari pemerintah dalam hal pengurusan izin secara resmi.
“Toh kami juga bayar pajak, bayar visa dan lain-lain. Kalau itu notabenenya merusak pemerintah, di mana dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.8 Tahun 2018, kami tidak boleh ada melakukan transaksi dan lain-lain, semua dilarang. Maka, jadikanlah kami bagian dari PPIU yang berizin. Kami ingin dilegalkan. Bukannya kami tidak mau mengurus. Dengan adanya moratorium itu berat buat kami,” katanya.
Menurut Holiludin, Kemenag seharusnya juga memberikan sosialisasi juga kepada para travel umrah yang Pra PPIU ini.
“Jangan sosialisasi hanya diberikan kepada PPIU yang sudah berizin saja. kami pun harus disampaikan, bagaimana solusinya, pemecahannya. Jangan ada indikasi, kalau datang ke bandara, jamaah kami ditahan tidak boleh berangkat, cabut ini, cabut itu, dan lain-lain. Ini melanggar hak. Hak azasi manusia," ujarnya.
"Kan jelas dalam UUD 45 pasal 27 ayat 2 bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan. Sekarang mereka mau berangkat, sudah di bandara, punya tiket, punya paspor, dan punya visa, mereka itu sudah jadi penumpang. Tidak boleh ada yang melarang. Terkecuali, masih dalam proses penyelidikan dalam kasus hukum,” Holiludin.
Dalam kesempatan itu, Holiludin pun mempertanyakan, kenapa bisa diberlakukan moratorium?
“Kemenag mengatakan, sudah ada 906 travel PPIU yang memiliki izin. Sekarang saya katakan, kalau Kemenag mau lebih bijaksana, silahkan cek, diaudit secara internal. Kalau kita mau fair,a jangan ada satu travel atau perusahaan yang mempunyai lebih dari satu izin PPIU," katanya.
"Ini ada, dari bapaknya, anaknya, cucunya, dan lain-lain yang juga punya izin. Ini harus dicek, benar tidak kantornya, audit internalnya, benar tidak memberangkatkan jamaahnya, harus dicek. Inilah yang membuat berat kami-kami ini,” ungkap Holiludin.
Holiludin menambahkan, agar pemerintah tidak mempersulit para travel Pra PPIU untuk menjadi legal.
“Janganlah kami dipersulit, berikan sosialisasi kepada kami. Apa yang harus kami proses. Jangan sosialisasi itu diberikan hanya pada PPIU yang berizin saja. kami ini juga dikasih tahu dong. Mereka-mereka semua ini melayani dan memberangkatkan para tamu-tamu Allah, seharusnya diutamakan," ujarnya.
"Yakin 90% bahkan 100% kami tidak bermasalah. Hanya terkendala dari segi birokrasi. Benahi dulu internalnya, jangan birokrasinya. Sosialisasikan dulu. Cek audit semua travel-travel yang sudah berizin PPIU ini. Benar apa tidak, sesuai apa tidak semua izinnya. Satu orang ada berapa travelnya, itu yang harus ditegaskan,” tandas Holiludin.