Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam putusannya menyatakan penyitaan kapal Equanimity, di Teluk Benoa, Bali oleh Bareskrim Polri tidak sah dan melanggar hukum.
Selain itu, Bareskrim diharuskan mengembalikan kapal ke pemiliknya.
Menanggapi hal itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol Rudy Heriyanto menegaskan pihaknya akan menerima putusan praperadilan terkait penyitaan kapal Equanimity.
"Kami dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus akan mematuhi perintah PN Jaksel untuk segera mengembalikan kapal pesiar tersebut ke pemiliknya," ujar Rudy, dalam konferensi pers di kantor Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018) malam.
Rudy juga mengatakan pihaknya tak akan lagi mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Alasannya, jelas dia, putusan praperadilan sifatnya final dan mengikat. Sehingga menurut Rudy, Bareskrim Polri sudah tidak bisa melakukan upaya hukum lebih jauh. L
"Tidak mungkin lagi ada upaya hukum untuk menguji kembali putusan praperadilan dengan banding, kasasi, ataupun peninjauan kembali," tandasnya.
Sebelumnya, dalam amar putusan praperadilan, hakim Ratmoho memerintahkan Polri untuk mengembalikan kapal Equanimity kepada pemiliknya.
Hakim menilai penyitaan kapal tersebut tak memiliki dasar hukum.
"Menyatakan penyitaan kapal Equanimity berdasarkan surat perintah Polri tanggal 26 Februari 2018 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Membatalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Februari 2018. Menghukum Termohon untuk mengembalikan kapal pesiar tersebut kepada Pemohon," ujar Ratmoho.
Dalam pertimbangannya, Ratmoho menyebut Polri seharusnya tidak menimbulkan perkara baru saat membantu Federal Bureau of Investigation (FBI) menemukan kapal Equanimity.
Polri, kata Ratmoho, seharusnya tidak menyita kapal Equanimity karena FBI belum membuktikan unsur tindak pidana yang berkaitan dengan kapal tersebut.
"Berdasarkan bukti, belum ada tindak pidana di negara asal si peminta sehingga walaupun ada hubungan baik antara Polri dan FBI, tidak serta merta Polri melakukan hal itu dan harusnya Polri melakukan pendalaman terlebih dahulu," kata Ratmoho.
Otoritas hukum Amerika Serikat mendeteksi kapal Equanimity masuk perairan Indonesia sejak November 2017. Mereka kemudian melakukan koordinasi dengan penegak hukum Indonesia untuk melakukan penyitaan kapal yang diduga hasil pencucian uang korupsi di Amerika itu.
Polri akhirnya mengamankan kapal pesiar senilai 250 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,5 triliun itu di Pelabuhan Benoa, Bali, pada 28 Februari 2018.