Ada satu dokumen yang disebut milik pemberontak jatuh ke tangan tentara pemerintah.
Di sana tertulis nama Soesalit yang disebut sebagai 'orang yang diharapkan'.
Singkat cerita, Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.
Ia akhirnya menjadi pejabat di Kementerian Perhubungan dengan pangkat militer tak berbintangnya.
Kehidupan Soesalit pun dikenal sangat sederhana.
Ia tidak ingin show off soal sepak terjangnya, apalagi membawa-bawa nama besar ibunya.
Soesalit wafat di RSPAD, 17 Maret 1962.
Pemakamannya di pemakaman keluarga Djojoadhiningrat di Rembang dipimpin Wakil KSAD Jenderal Gatot Subroto.
Dia menerima Bintang Gerilya pada 1979.
Ada satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan diri sebagai keturunan Kartini dan harus selalu rendah hati.
Sementara itu, kematian Kartini yang mendadak juga menimbulkan spekulasi negatif bagi sebagian kalangan.
Seperti diketahui dalam sejarah, Kartini meninggal pascamelahirkan, tepatnya 4 hari setelah melahirkan. Ketika Kartini, mengandung bahkan sampai melahirkan, dia tampak sehat walafiat.
Hal inilah yang mengandung kecurigaan. Efatino Febriana, dalam bukunya “Kartini Mati Dibunuh”, mencoba menggali fakta-fakta yang ada sekitar kematian Kartini.
Bahkan, dalam akhir bukunya, Efatino Febriana berkesimpulan, kalau kartini mamang mati karena sudah direncanakan.