Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Exposif Strategic, Arif Susanto melihat politisasi SARA kerap digunakan pada kontestasi pemilu sejak pemilihan umum tahun 1999.
Namun, politisasi SARA saat ini sudah menimbulkan kebencian di tengah-tengah masyarakat, yang bermula pada Pilkada DKI Jakarta.
Baca: Cari Pelaku Oknum Polisi, Kapolda Banten Jejerkan Foto-foto Personel Kepolisian kepada Para Nelayan
"Kita ingat saat Pilkada Jakarta, ada berita jenazah dilarang untuk dikuburkan, ini sudah politik kebencian," ujar Arif di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
Politik kebencian, kata Arif, tidak terlihat secara langsung di Indonesia, namun makna yang terlontar dari para politisi ada yang mengandung kebencian tetapi tersamar.
"Waktu Donald Trump dia secara langsung mengucapkan dirinya ragu Obama lahir di Amerika dan jangan-jangan punya agama lain selain Nasrani. Tapi di Indonesia tersamar, seperti Amien Rais bilang ada partai setan," ujar Arif.
Baca: Mahathir Mohamad Umumkan Tiga Posisi Menteri
Arif pun melihat, politisasi SARA dapat dibendung jika masyarakat mendapatkan literasi politik dan media, sehingga informasi yang didapat tidak ditelan mentah-mentah oleh masyarakat.
"Masyarakat harus cerdas dalam berpolitik, masyarakat pun harus cerdas mengolah informasi di media, dan para elit politik pun harus sadar politik itu bukan hanya kontestasi kekuasaan, tetapi harus kedepankan gagasan," paparnya.