TRIBUNNEWS.COM - Warga tak menyangka kalau tetangga itu adalah pelaku bom tiga gereja Surabaya.
Keseharian kehidupan pelaku bom Surabaya tak ada kesan berbeda yang mencolok.
Rumah keluarga Dita Supriyanto, pelaku teror di tiga gereja di Surabaya, tampak sepi, Senin (5/3/2018) pagi.
Malam sebelumnya, rumah ini dipadati oleh anggota kepolisian dan berbagai pihak lain setelah identifikasi pelaku teror diketahui.
Di halaman, hanya ada dua petugas yang berjaga bersenjata lengkap.
Mereka mengatakan, belum ada aktivitas apapun di rumah tersebut.
Garis polisi juta masih terpasang dari ujung hingga ujung pagar.
"Saya baru jaga pagi tadi. Belum ada apa-apa," kata salah satu dari mereka.
Sementara itu, banyak warga sekitar datang untuk sekadar tahu kondisi di rumah tersebut.
Berada di kawasan Perumahan Wisma Indah di Jalan Wonorejo Asri XI Blok K Nomor 22, lokasi rumah Dita dan keluarga tergolong cukup elite.
Rumahnya lebar berpagar.
Meskipun, rumah itu cenderung tidak terawat dibanding rumah-rumah tetangga lainnya.
Beberapa unit sepeda dan motor terparkir tak beraturan. Sementara temboknya sudah menjamur dan terkikis.
"Rumah di situ, kalau beli sekarang ya sekitar Rp 1,5 miliar," kata Khorihan, Ketua RT/RW 02/03 Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut.
Berdasarkan data yang ia dapat, Dita dan keluarga tinggal di sana sejak 2012.
Keluarga itu pindah dari Tembok Dukuh Surabaya.
Ini sekaligus menjelaskan iformasi yang belum pasti soal tahun mereka tinggal di sana.
Bahkan, ketika SURYA.co.id bertanya kepada para tetangganya, tak ada yang bisa memastikan dengan pasti.
"Seingat saya baru tiga tahun mereka tinggal di sini," kata Yuki, warga yang rumahnya hanya terpisah oleh tembok pembatas dengan rumah Dita.
Sementara Ketua Sub RT/RW 02/03 Kelurahan Wonorejo, Adi, mengatakan, Dita dan keluarganya sudah tinggal sejak tahun 2010.
Pria ini juga tinggal di barisan perumahan yang sama dengan Dita.
Adi dan Yuki tak paham pasti karena Dita disebut jarang bersosialisasi dengan warga setempat.
"Kalau anaknya yang kecil main di depan rumah dan didatangi anak saya, dia selalu langsung masuk," ungkap Yuki.
Khorihan mengatakan, Dita dan keluarga tergolong orang dengan penghasilan cukup.
Mereka punya usaha pembuatan minyak kemiri, minyak jinten, dan berbagai jenis minyak serupa lain.
Usaha itu dijalankan di dalam rumah.
Sepengetahuan Khorihan, banyak orang keturunan Cina yang datang ke rumahnya untuk sekadar mengambil minyak produksi Dita.
"Paling beberapa jeriken dalam satu kali produksi," ujarnya.
"Pertama kali ke sini, dia minta surat domisili untuk mengurus SIUP. Terus saya tanya, usahanya apa? Katanya bikin minyak-minyak tadi," ungkap dia.
Dibanding para tetangga lain, ia tergolong lebih akrab dengan Dita.
Soalnya, mereka sering salat berjamaah di musala setempat.
Menurut dia, Dita dan dua anak laki-lakinya hampir ke musala setiap saban salat.
Tapi mereka jarang mengobrol banyak. Kecuali hanya saling melempar senyum.
Tak ada yang mencolok dari penampilan Dita dan sang istri, Puji Kuswati.
Dita tak pernah menunjukkan penampilan yang terlalu berlebihan.
"Dia tidak pernah pakai kopyah. Tidak pernah pakai sarung. Ya seperti saya biasa ini," imbuhnya.
Puji Kuswati juga tak pernah tampil bercadar, seperti ketika ia dan ketiga anaknya mengebom Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, Surabaya.
Saat arisan perkumpulan RT saban bulan, Puji selalu tampil biasa.
"Saya cuma pernah lihat dia sekali pakai cadar. Waktu itu mau Idul Qurban."
"Saya ke rumahnya untuk tanya apakah Pak Dita mau berqurban."
"Di sana istrinya kelihatan pakai cadar. Mereka rutin berqurban saban tahun dulu," ujar pria yang sudah 20 tahun menjabat ketua RT itu.
Sayangnya, tak banyak data detail yang bisa diulik tentang Dita dari dia.
Dita tak pernah memberikan salinan kartu keluarga kepada pengurus RT.
Para tetangga pun tak ada yang tahu bahwa Dita adalah Ketua Jamaa Anshurat Daulah (JAD) Surabaya.
Yang mereka tahu, beberapa kali tampak orang berkumpul di rumah Dita. Mereka mengendarai mobil dan motor.
Khorihan juga sanksi apabila Dita dan keluarga disebut pernah pergi ke Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
Sebab, ia hampir tak pernah meninggalkan jamaah salat di musala saban hari.
"Pernah sekali dua minggu tidak jamaah. Saya dan bapak-bapak lain datang ke rumahnya. Ternyata lagi sakit," kata dia.
Dita juga tak pernah meminta pengurusan berkas ke RT untuk pergi ke luar negeri.
(Surya.co.id/Aflahul Abidin)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Pelaku Bom Tiga Gereja Surabaya Punya Usaha Minyak dan Hidup di Rumah Elite Seharga Rp 1,5 M