TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ledakan bom di beberapa lokasi di Surabaya dari Minggu (13/5/2018) hingga Senin (14/5/2018) menyisakan duka mendalam.
Pelaku pengeboman adalah sekeluarga, pelaku mengajak istri dan anaknya untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
Tiga gereja di Surabaya dan markas besar Polrestabes Surabaya menjadi sasaran aksi bom bunuh diri.
Selain itu, ada bom yang meledak di Rusun Wonocolo yang justru mengenai pelaku.
Baca: Cerita Syahrini Menyebut Netizen sebagai Deterjen
Sontak pelaku bom bunuh diri yang mengajak anggota keluarga, terutama anak menjadi perbincangan publik.
Tribun Video melansir Tibun Jatim, Kapolda Jatim, Irjen Machfud Arifin membeberkan fakta tentang cara orang tua pelaku mendoktrin anaknya.
Menurut Irjen Machmud tentu saja orang tua memiliki peran penting terhadap tumbuh kembang anak, terutama dalam membentuk ideologinya.
Dia mengatakan, pendoktrinan itu dengan mencecoki anak dengan video jihad secara rutin untuk membentuk ideologi anak.
"Cara ini dilakukan oleh semua pelaku. Mereka satu jaringan dan rutin hadir pengajian di rumah Dita ," katanya dikutip dari Tribun Jatim.
Selain itu, dia juga menyebutkan, ada kebohongan besar yang disimpan pelaku terkait anak mereka, ternyata selama ini tidak bersekolah.
Keluarga mulanya mengaku anaknya home schooling jika ditanya tetangga.
Namun, faktanya selama ini mereka memaksa anaknya agar mengaku home schooling, padahal mereka tidak sekolah.
Tujuannya, agak anak mereka tidak berinteraksi dengan dunia luar.
Baca: Densus 88 Terlibat Baku Tembak dengan Terduga Anggota Teroris di Surabaya
Seorang anak, lanjutnya, yang tidak mengikuti orang tuanya adalah satu anak dewasa di Rusun Wonocolo.
Dia menolak ajaran orang tuanya sehingga dia tetap bersekolah dan memilih ikut neneknya.
Simak videonya di atas. (Tribun-Video.com/Vika Widiastuti)