Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak pihak mendesak agar revisi UU Terorisme segera disahkan.
Desakan tersebut muncul menyusul rentetan aksi teror mulai dari kerusuhan di Mako Brimob hingga aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo.
Bahkan, Presiden Joko Widodo juga mengatakan apabila RUU Terorisme tidak segera selesai, pihaknya akan mengambil langkah dengan menerbitkan Perppu.
Baca: Warga Ungkap Keseharian dan Mata Pencaharian Terduga Teroris yang Baku Tembak dengan Densus 88
Diketahui revisi UU Terorisme sudah bergulir lama.
Setelah bom di jalan MH Thamrin pada awal 2016 lalu, sudah ada wacana pembahasan revisi UU Terorisme.
Ketua Setara Institute, Hendardi turut menyoroti lambannya penyelesaian RUU Terorisme.
Baca: 24 WNA Terjaring Razia Imigrasi, 3 di Antaranya Diduga Simpan Narkoba
Menurutnya tindakan kaum elit melalui DPR yang menunda-nunda RUU Terorisme dan saat ini berbondong-bondong seperti pahlawan menyatakan siap untuk menggolkan setelah ada gertakan Perppu merupakan sikap konyol.
"Ini menunjukkan sikap yang konyol dari elit kita terutama yang berada di tim perumus RUU. Kenapa mereka tidak mau cepat? Banyak kepentingan disitu. Ada kepentingan tentara, ada kepentingan macem-macem sehingga memperlambat itu," katanya usai acara Gerakan Warga Lawan Terorisme, Selasa (15/5/2018) di Griya Gusdur, Matraman, Jakarta Timur.
Hendardi juga merasa selama ini DPR telah banyak membohongi rakyat soal komitmennya untuk penyelesaian RUU.
Dia juga tidak akan mendesak DPR untuk segera menggolkan RUU Terorisme karena Presiden Jokowi sudah turun tangan menggertak DPR.
"Buat apa mendesak-desak RUU Terorisme. Kan sudah didesak Presiden kalau tidak segera akan dibuar Perppu," katanya.