Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Kampung Wisata Budaya Langenastran, Kraton, Yogyakarta menyelenggarakan acara "Ruwah Gumregah". Acara tersebut diselenggarakan dalam bentuk "Lomba Membuat Apem" dan "Pelatihan Membuat Batik Shibori" untuk warga di wilayah RW 01, RW 02, dan RW 03 Langenastran, Panembahan, Kraton Yogyakarta, Minggu (13/5/2018).
Acara tersebut pada tahun 2018 ini merupakan penyelenggaraan yang kedua kalinya. Menurut Ketua Paguyuban Kampung Wisata Budaya Langenastran Ir. KRT. Radyowisroyo Sumaryo acara "Ruwah Gumregah" untuk menyambut bulan Ruwah (Jawa) sebagai waktu untuk menghormati secara khusus kepada arwah leluhur. Acara ini juga bertujuan untuk nguri-uri (melestarikan) kebudayaan Jawa, Yogyakarta khususnya, yang muaranya adalah untuk keakraban antarwarga.
Salah satu tradisi dan budaya masyarakat Jawa yang dilakukan sebelum bulan Puasa adalah Ruwahan. Kata "ruwah" konon berasal dari kata "arwah" atau roh para leluhur dan nenek moyang. Dari kata "arwah" inilah, bulan tersebut diasosiasikan atau diindentikkan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur. Ruwah atau Nyadran merupakan bulan urutan ke delapan, dan berbarengan dengan bulan Sya'ban tahun Hijriyah. Ruwah atau Nyadran ini biasanya warga berbondong-bondong ke makam leluhur untuk memberikan doa atau umumnya disebut dengan "Nyadran". Para peziarah biasanya meneruskan besik atau membersihkan makam.
Makna lain dari ruwahan disini, seperti persiapan untuk puasa Ramadhan yang dianggap sebagai perang jihad melawan hawa nafsu, dapat pula di maknai, bawa sebelum berangkat perang, maka harus membersihkan diri dengan memohon restu pada para pendahulunya.
Tradisi Apeman (membuat apem ditambah kolak dan ketan) mempunyai makna permintaan kepada Tuhan untuk mohon kekuatan itu bisa untuk tumbal, tolak bala, atau syarat untuk berbagai tujuan. Nama Apem sendiri dipercaya berasar dari bahasa Arab yaitu kata "Afwan", yang artinya memohon ampunan. Atau berasal dari kata "Afuan", yang artinya meminta maaf. Dengan ini, Apem dimaknai kalau kita diharapkan selalu bisa memberi maaf atau memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Atau juga dimaknai sebagai pertobatan manusia yang memohon ampun.
Nama kolah sendiri dipercayai berasal dari bahasa arab yaitu kata "Khalaqa", yang artinya menciptakan. Atau juga dari kata "Khaliq" yang berarti Sang Pencipta. Dengan kata lain, Kolak ini merujuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kolak ini sebagai simbol harapan dari pembuatnya, agar selalu ingat kepada Sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian nama Ketan juga dipercaya berasal dari "Kemutan" dalam bahasa Jawa, yang artinya teringat. Hal ini sebagai simbol perenungan dan instropeksi diri atas kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan. Dengan kata lain, sebagai manusia harus selalu ingat atas dosa-dosanya dan merenungkannya. Ada pula yang mempercayai nama ketan diambi dari bahasa Arab, Khatam yang artinya tamat. Hal ini menyimbolkan umat dari nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW. Ada pula yang mempercayai nama Ketan dari kata Khotam, juga dari bahasa Arab yang berarti kesalahan.
Paguyuban Kampung Wisata Budaya Langenastran didirikan pada tahun 2016 dengan motor penggerak KRT Radyowisroyo Sumartoyo, AM Putut Prabantoro, dan Y. Sri Susilo untuk menggali dan mempromosikanb potensi budaya dan menjadikan aset wisata di sekitar Alun-alun Kidul Yogyakarta. Secara rutin paguyuban menyelenggarakan event tahunan, misalnya "Festival Batik dan Bathok", "Ruwah Gumregah", serta diskusi yang berkaitan dengan budaya dan wisata.