TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengecam keras sikap Amerika Serikat (AS) yang tetap meresmikan kedutaan besarnya di Yerusalem, bersamaan adanya protes dari masyarakat internasional. Pemerintah Indonesia diminta merespons dengan memberikan nota protes resmi melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
Bamsoet menilai AS tidak menghormati keputusan Sidang Darurat Majelis Umum PBB yang menolak Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Saya mengecam keras langkah Amerika Serikat tersebut. Padahal, dalam Sidang Darurat Majelis Umum PBB yang diikuti 128 negara, secara tegas menolak Yerusalem ditetapkan sebagai ibu kota Israel. Langkah (Presiden AS) Trump sama saja dengan melecehkan PBB," tegas Bamsoet, Kamis (17/5/2018).
Politikus Golkar ini kemudian meminta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tidak lepas tangan, dan mengambil langkah tegas. Dewan Keamanan PBB diniliainya harus segera menggelar pertemuan darurat untuk merespon kebijakan Amerika tersebut.
Ia mengingatkan bahwa langkah AS merusak upaya perdamaian Palestina dan Israel. Dan lebih jauh, tindakan itui bisa memicu kemarahan umat Islam kepada AS. "PBB harus secepatnya turun tangan. Jika kita berdiam diri, saya khawatir sentimen anti Amerika akan meluas dan itu tentu saja dapat memicu benih-benih terorisme yang mengancam kedamaian dunia,” ujar Bamsoet.
Dia juga meminta Kemenlu RI segera memanggil Duta Besar AS untuk menyampaikan nota protes kepada pemerintah Amerika. Pemerintah Indonesia juga diminta mendesak PBB untuk melakukan penyelidikan atas tewasnya puluhan demonstran Palestina belakangan ini.
“Kita adalah negara muslim terbesar. Kita harus ambil peran lebih besar untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Apalagi, konstitusi negara kita secara tegas menentang setiap bentuk penjajahan di muka bumi," tegas Bamsoet.
Pernyataan Bamsoet itu dilandasi sikap DPR RI yang selalu konsisten menyuarakan kepentingan Palestina di berbagai forum parlemen dunia. “Kita konsisten mendukung perjuangan Palestina dan mengutuk tindakan brutal Israel. Bahkan di PUIC kita telah menyampaikan kritik bahwa perpecahan negara-negara Arab sebagai faktor memburuknya situasi di Palestina.” pungkasnya.