TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA.- Sofyan Tsauri merupakan mantan anggota polisi yang pernah sepakat dengan paham teroris.
Setelah divonis 10 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Depok dalam kasus tindak pidana terorisme, Sofyan sadar paham yang dianutnya salah.
Sofyan terpancing paham terorism karena ia yakin tindakan terorisme dapat dapat membela umat Muslim.
Meski pernah menyandang status aparat kepolisian, Sofyan beranggapan bahwa berubahnya aparat menjadi teroris merupakan hal yang biasa.
"Fenomena saya seorang anggota polisi menjadi seorang teroris itu fenomena yang biasa. Di Irak di Suriah, bahkan di Mesir seorang anggota tentara menjadi anggota jihadis itu hal yang biasa," kata Sofyan saat ditemui wartawan di Cimanggis, Depok, Sabtu (19/5/2018).
Sofyan mengatakan, selain dirinya, ada aparat di Indonesia yang berubah menjadi teroris.
Ia mencontohkan Yuli Harsono yang merupakan bekas anggota TNI AD.
Baca: Hatta Rajasa Kagumi Ketangguhan Adara, Digerogoti Penyakit Ganas Ini Tak Pernah Mengeluh
"Bahkan sebelum saya ada namanya Yuli Harsono. Bergabung dengan Majelis Mujahidin. Kemudian juga bergabung dengan kelompok Aman Abdurrahman. Dia akhirnya membunuh empat orang polisi di Kebumen dan di Purworejo pada tahun 2010. Itu sahabat saya," ujarnya.
Dikatakannya, Yuli dapat menjadi teroris setelah dipengaruhi terdakwa kasus bom Thamrin Aman Abdurrahman.
Sebagai orang yang pernah sepakat dengan paham terorisme, Sofyan menyanyangkan anggapan yang menyatakan kalau tindak terorisme merupakan hasil konspirasi.
Alasannya, anggapan tersebut membuat kasus terorisme sulit dihentikan dan menyakiti pihak korban.
"Dia melakukan demikian karena motivasi daripada pemahaman Aman Abdurrahman. Yang mana pada saat itu Yuli Harsono berbuat menembaki polisi atas motivasi jihad dan pemahaman Aman Abdurrahman. Dan akhirnya pada bulan Juni dia tertembak oleh anggota Densus 88," papar Sofyan.
Sebagai informasi, Sofyan divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Depok.
Ia dianggap menjadi pemasok senjata api pada latihan militer di Aceh tahun 2010.
(TribunJakarta.com, Bima Putra)