TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Maritim Presiden Jokowi disorot oleh media Filipina.
Media bernama Interaksyon tersebut menyoroti kunjungan Jokowi ke Natuna dua tahun lalu pada Juni 2016.
Pasalnya kunjungan tersebut dianggap peringatan tegas untuk Cina bahwa Indonesia anggap serius kasus pencurian ikan.
Kunjungan tersebut merupakan tindakan tegas Presiden setelah banyak insiden terjadi antara kapal perang RI dengan kapal nelayan Cina yang mencuri ikan di perairan Natuna.
Baca: Pencuri Ikan Dengan Kapal Fu Yuan 831 Dihukum Pidana Dengan Denda Rp 100 Juta
Tegasnya Pemerintah RI dalam memberantas kapal pencuri ikan tersebut dibandingkan dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang dianggap gagal melindungi wilayah maritimnya.
Media tersebut mengutip sebuah halaman Facebook MaxDefense Philippines yang menulis mengenai perbandingan tentang keberanian Jokowi dengan Duterte.
Menurut postingan tersebut, pertahanan militer dan kekayaan negara Indonesia tak sebesar China.
Namun Jokowi berani meledakkan kapal-kapal pencuri di wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)-nya, termasuk kapal milik China.
"Joko Widodo dan Indonesia tampaknya berdiri sendiri jika Cina menyerangnya, tidak seperti Filipina yang ditutupi oleh payung nuklir oleh negara adikuasa.
Tapi di sini Joko Widodo bertindak dan pergi ke Kepulauan Natuna yang Zona Ekonomi Eksklusifnya diremehkan oleh penjaga pantai China dan kapal-kapal penangkap ikan.
Dia menegaskan bahwa Natuna dan ZEE-nya adalah milik mereka, dan Cina harus angkat kaki dari wilayah tersebut.
Angkatan Lautnya menangkap nelayan Cina yang secara ilegal memancing di Natuna, dan meledakkan kapal mereka hingga berkeping-keping.
Lalu apakah Tiongkok menyatakan perang terhadap Indonesia yang dipandang rendah? Apakah Cina berhenti berinvestasi di Indonesia? Apakah Cina marah dan mengabaikan Indonesia? Tidak.
Sebaliknya Cina menghormati Indonesia karena membela haknya, dan menunjukkan kekuatannya meskipun kecil dibandingkan dengan China.