Dengan segala keterbatasan, mereka harus membuat uang kertas yang tidak mudah ditiru dan berkualitas baik. Lembaran-lembaran uang harus ulet, lemas, tidak mudah kotor, dan tidak mudah dipalsukan.
Uang kertas yang dibuat bukan saja besar jumlahnya, tetapi juga banyak jenisnya. Uang kertas harus dibuat dalam pecahan 1 sen, 5 sen, 10 sen, 50 sen, 1 rupiah, 10 rupiah, dan 100 rupiah.
Mesin cetak yang digunakan untuk pembuatan uang waktu itu terdiri atas dua buah stopcylinder Augsburg 65 x 50. Uang satu sen kemudian diterbitkan pada 17 Oktober 1945.
Hambatan dalam fasilitas cetak terpaksa diatasi dengan membagi pekerjaan menjadi tiga daerah. Aos Surjatna, Suherman, dan Sudarsono memimpin pengerjaan di Yogyakarta.
Mereka memperoleh fasilitas yang disediakan oleh Percetakan Kanisius, percetakan bekas Kolff Buning, dan Percetakan Kedaulatan Rakyat.
Berdasarkan keterangan Suherman, Panitia Dua harus meminta dari lembaga atau instansi lain untuk mencukupi kebutuhan bahan-bahan pembuatan tinta.
Untuk mencukupi keperluan itu, mereka dibantu oleh Departemen Kemakmuran. Meski dengan susah payah, akhirnya uang kertas ORI bisa diselesaikan, dan akhirnya beredar pada akhir Oktober 1946. (*)