Laporan Reporter Kontan, Abdul Basith
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Definisi terorisme sampai saat ini masih mengganjal pembahasan Rancangan Undang-Undang (UU) Anti Terorisme.
Dalam rapat pembahasan antara pemerintah dan DPR Rabu (23/5/2018), anggota DPR masih meminta penambahan motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan dalam definisi terorisme di pasal 1 RUU Anti Terorisme tersebut.
"Kami tidak bisa memutuskan sendiri, DPR mengusulkan demikian sehingga keluar alternatif menambahkan frase didalamnya," ujar Ketua Panja RUU Anti Terorisme Enny Nurbaningsih saat rapat di DPR, Rabu (23/5/2018).
Alternatif yang dikatakan Enny adalah bentuk akomodasi pemerintah terhadap usulan DPR.
Alternatif I:
"terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional". Sementara alternatif II ditambahkan frase "dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan".
Baca: Terjadi di Terminal 3, Aksi Pencurian Bagasi Penumpang Terekam CCTV
Putusan atas dua definisi alternatif itu, menurut Enny, akan dipilih dan diputuskan pada rapat kerja yang direncanakan hari Kamis (24/5/2018).
Rapat kerja itu rencananya akan dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), juga Polri dan TNI.
"Kami akan langsung melakukan koordinasi dengan Menkumham," terang Enny.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Anti Terorisme DPR RI Muhammad Syafi'i mengatakan, penambahan frase "motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan" pada definisi terorisme dalam aturan ini tidak akan mengganggu pasal lain.
Sebab, satu-satunya hal yang menghambat proses pengesahan RUU Anti Terorisme hanya soal definisi.
Dengan dua opsi itu, maka pemerintah dan DPR bisa segera mengambil keputusan.
Baca: Citilink Layani Penerbangan Via Bandara Kertajati Saat Peak Season Lebaran
"Besok (hari ini) akan diputuskan saat Raker setelah paripurna opsi mana yang dipilih," kata Syafi'i.
Syafi'i menjelaskan, pengambilan keputusan terkait definisi terorisme harus melalui Raker karena beberapa pihak perlu melakukan konsolidasi.
Apalagi, dua fraksi yaitu Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mendukung alternatif pemerintah tanpa tambahan frase.
Sementara 8 fraksi lain memilih alternatif dengan tambahan frase. "Pemerintah juga perlu konsolidasi dengan adanya alternatif itu," katanya.
RUU Anti-Terorisme akan menggantikan UU No 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana terorisme tersebut. Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi (Kapolri) Tito Karnavian sebelumnya menyatakan, revisi UU Tidak Pidana terorisme perlu segera ditetapkan karena beleid yang lama dinilai kurang lengkap.