TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif membantah dirinya mengutus Ketua Kadin HST, Fauzan menemui Direktur PT Menara Agung Pusaka, Donny Witono untuk meminta fee proyek.
Padahal menurut Donny Witono, saat Fauzan menemuinya di hotel Barabai, Fauzan memperkenalkan diri sebagai Ketua Kadin HST dan orang dekat bupati.
Di pertemuan itu, Fauzan menjelaskan disana ada aturan main, harus ada kewajiban untuk membayar fee proyek atau biaya operasional sebesar 7,5-10 persen dari nilai proyek sebelum dipotong pajak.
Lanjut Donny mengaku tidak sanggup apabila harus membayar10 persen, akhirnya disepakati hanya 7,5 persen dari nilai proyek.
Keesokan harinya, Donny menghubungi Fauzan meminta dipertemukan dengan bupati untuk mengetahui kebenaran tersebut.
Namun menurut Fauzan, bupati tidak bisa menerima karena sibuk. Gagal menemui bupati, Donny pulang kembali ke Jakarta.
"Saya tidak ada suruh Fauzan menemui Pak Donny," tegas Bupati Abdul Latif.
"Saya tetap pada keterangan saya, karena pengakuan Fauzan ke saya, dia mendatangi saya disuruh pak bupati," jawab Donny yang menjadi saksi di kasus suap Bupati Abdul Latif, Senin (3/6/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Ngapain pak saya suruh Kadin, kan saya kenal baik dengan Pak Donny," tambah Bupati Abdul Latif.
Diketahui Donny sendiri telah dituntut 3 tahun penjara oleh jaksa KPK pada Senin (14/5/2018). Selain itu, Donny juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan, jaksa KPK menilai perbuatan Donny tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun Donny mau mengakui kesalahannya.
Keterangan yang disampaikan Donny dalam persidangan telah membuat terang tindak pidana yang didakwakan.
Donny didakwakan menyetujui fee 7,5 persen dan dilakukan pembayaran melalui giro dua kali kepada Fauzan. Pertama Rp 1,8 miliar setelah pencairan uang muka proyek dan kedua Rp 1,8 miliar setelah pekerjaan selesai.
Kini sambil menunggu eksekusi Donny ke Lapas Sukamiskin, Donny masih ditahan di Polres Jakarta Timur. Sementara itu, terdakwa Abdul Latif selain disangkakan kaus suap, juga dijerat dengan perkara gratifikasi dan pencucian uang.
Dalam perkara ini, Abdul Latif didakwa melanggar Pasal 13 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.