TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – “Aklaqul karimah (akhlak yang baik) adalah kunci menegakkan kebenaran dan keadilan. Tanpa akhlaqul karimah, tak mungkin kebenaran dan keadilan akan tegak,” ungkap Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Tengku Murphi Nusmir SH MH di sela-sela acara buka puasa bersama dengan puluhan anak yatim piatu di Jakarta, Senin (4/6/2018).
Selain pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPHI, acara bertajuk “Dengan Buka Puasa Bersama Kita Tingkatkan Ukhuwah Islamiyah dan Akhlaqul Karimah Menuju Keadilan Sejati”tersebut juga diikuti para pengurus PPHI dari daerah di seluruh Indonesia, seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten, Lampung, Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah.
Menurut Murphi, sesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, status advokat adalah sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan.
“Sebagai salah satu unsur penegak hukum, advokat pun perlu memilikiakhlaqul karimah, karena tanpa itu jangan berharap kita bisa menegakkan kebenaran dan keadilan. Di situlah pesan moral yang ingin kami sampaikan melalui acara ini,” jelas Murphi yang juga anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Menegakkan keadilan, kata Murphi, bisa dilakukan advokat bukan hanya di pengadilan saja, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat, antara lain dengan mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
“Anak yatim piatu adalah titipan Allah dan Rasulullah yang harus kita santuni. Dengan itu, keadilan pun akan dirasakan oleh mereka yang belum beruntung, seperti anak yatim piatu ini,” paparnya menjelaskan alasannya mengajak puluhan anak yatim piatu buka puasa bersama sekaligus menyantuni mereka.
Kesuksesan seorang advokat, lanjut Murphi, tidak diukur dengan cincin berlian yang besar atau kekayaan yang melimpah, tetapi lebih dari itu adalah kesediaan berbagi dengan sesama, terutama kepada mereka yang belum beruntung.
“Jangan sampai kita mempertontonkan ketidakadilan,” tukas pria low profile kelahiran Palembang 1 Desember 1960 ini.
Anak yatim piatu, kata Murphi, adalah generasi muda yang akan menjadi penerus perjuangan bangsa, sehingga mereka pun tidak hanya harus disantuni, melainkan juga diberdayakan, sehingga mereka kelak bisa ikut membangun bangsa ini sesuai dengan profesi atau pekerjaan masing-masing.
“Syukur-syukur bila di antara mereka kelak ada yang menjadi advokat sehingga bisa turut andil dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Untuk itu mereka harus dibekali dengan akhlaqul karimah,” tukas mantan aktivis GMNI dan Kosgoro ini.
Ia lalu mengutip Al Quran surat Al Maun ayat (1), (2) dan (3) yang artinya,“Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan agama? Ialah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
"Menyantuni dan memberdayakan anak yatim dan fakir miskin merupakan salah satu upaya mewujudkan keadilan,” terangnya.
Murphi berpendapat, masih banyak ketidakadilan yang terjadi di republik ini, baik ketidakadilan hukum maupun ketidakadilan sosial, sehingga ia mengimbau semua komponen bangsa, terutama advokat, untuk bersama-sama memberantas ketidakadilan itu.
“Jangankan mengimplementasikan keadilan, di tataran hukum saja banyak undang-undang yang belum mencerminkan keadilan, contohnya UU Lalu Lintas (UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, red) dan UU Tipikor (UU No 31 Tahun 1999 yang diperbarui dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, red),” tandas Murphi tanpa menjelaskan pasal-pasal mana saja yang mencerminkan ketidakadilan itu.