Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Jumat (22/6/2018) mantan pengacara terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto, yaitu Fredrich Yunadi menjalani persidangan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi yang sempat tertunda pada 8 Juni 2018 lalu.
Fredrich memasuki ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenakan pakaian serba hitam dan didampingi beberapa stafnya yang membawa dua koper besar dan satu koper kecil.
Salah satu stafnya kemudian membuka koper-koper tersebut yang ternyata berisi nota pembelaan yang akan dibacakan dalam persidangan siang ini.
“Saya perkirakan jadinya 2 ribu lembar ini,” ujar Fredrich kepada awak media.
Saat dibuka semua koper itu terisi penuh dengan lembaran-lembaran kertas yang terbagi dalam 16 eksemplar.
Tak terkecuali dua koper besar yang masing-masing berukuran sekitar 100 cm kali 50 cm.
Staf Fredrich kemudian menata nota pembelaan itu di tengah ruang sidang, di samping Fredrich akan menjalani sidang nanti.
Masing-masing eksemplar diperkirakan memiliki tebal hingga 20 cm.
“Saya membagi semua ini menjadi dua jilid,” imbuh Fredrich.
Tumpukan nota pembelaan itu ditumpuk sehingga tingginya setara dengan kursi Fredrich akan menjalani persidangan sebagai terdakwa.
Selain tumpukan nota pembelaan tersebut, Fredrich juga menyiapkan sekitar puluhan hingga ratusan keping DVD dan lembaran-lembaran lainnya.
“Untuk intinya nanti dengarkan saja dalam persidangan,” ucap Fredrich.
Sebelumnya pada tanggal 8 Juni 2018 seharusnya Fredrich sudah menjalani sidang pembacaan pledoi namun urung dilakukan dengan alasan belum menyelesaikan keseluruhan nota pembelaan.
Saat itu ia memperkirakan nota pembelaan dirinya akan setebal sekitar 1.200 lembar.
“Penasehat hukum saya sudah sampaikan surat kepada yang mulia majelis hakim agar pembacaan ditunda karena kami baru menyelesaikan 602 lembar nota pembelaan,” ungkap Fredrich saat itu.
Jaksa penuntut hukum mengajukan tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan penjara kepada Fredrich karena diduga mengkondisikan terpidana kasus korupsi KTP-el, Setya Novanto agar tidak bisa diperiksa KPK dengan diagnosis penyakit hipertensi usai mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat.
Ia juga diduga meminta dokter Bimanesh Sutardjo untuk mengatur skenario perawatan Setya Novanto di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Fredrich diduga melanggar Fredrich Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.