Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski saat ini berstatus sebagai tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), calon petahana Syahri Mulyo sementara unggul atas pesaingnya, Margiono yang berpasangan dengan Eko Prisdianto, di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Tulungagung.
Pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo yang diusung PDIP dan NasDem ini meraih 61,1 persen suara hasil real count berdasarkan hitungan KPU Tulungagung, maupun Desk Pilkada Pemkab Tulungagung.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menegaskan bahwa dirinya tidak bisa menebak apa yang menjadi pilihan rakyat.
"Yang namanya suara rakyat, suara Tuhan itu dalam politik begitu. Mungkin bisa dipilih karena wakilnya bagus, mungkin karena kemarin kerjanya bagus, makanya rakyat senang," ucap Saut di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/6/2018).
Menurutnya, kriteria seorang pemimpin jika hanya dinilai dari kinerja saja tidak cukup. Namun, kata Saut, seorang pemimpin harus juga mampu berintegritas.
"Kinerjanya bagus, belakangan goyah, terlibat (kasus suap) terkait sama kita ada dua bukti, ya kita lakukan itu (operasi tangkap tangan)," kata Saut.
"Itu satu bukti bahwa yang dilakukan KPK tidak ada kaitannya dengan politik, ternyata dia terpilih tuh," tambahnya kemudian.
Sebelumnya, Syahri Mulyo ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa.
Syahri diduga menerima suap sejumlah Rp 1 miliar terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung.
Untuk kasusnya tersebut, Syahri Mulyo disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.