TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi, mengkritisi pembajakan kader partai lain yang sudah ‘jadi’, seperti yang terjadi saat ini. Barangkali sah-sah saja namun, menjadi tidak etis ketika ada rumor soal mahar di dalamnya.
“Ya memang paling mudah membajak kader parpol lain itu pakai mahar. Itu bentuk paling mudahnya,” kata Ari Rabu (4/7/2018).
Bentuk lain, kata Ari, adalah lewat cara-cara penyalahgunaan kekuasaan. Cara ini biasanya digunakan ketika mahar tidak membuat kader yang menjadi target tergiur.
“Saya sering keliling dan sudah sering dapat selentingan. Misalnya, kalau kepala daerah bermasalah, pindahlah ke NasDem supaya kasusnya aman,” kata Ari.
Seletingan itu berkaitan dengan Jaksa Agung M. Prasetyo yang diketahui pernah lama menjadi pengurus DPP Partai NasDem.
Terlepas benar atau tidak selintingan tersebut, kata Ari, penyalahgunaan kekuasaan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
“Kalau benar, NasDem harus perbaiki pola dan proses kaderisasinya supaya ke depan tidak ada tudingan negatif bahwa NasDem jadi muara kader yang terancam masalah hukum. Sebab (selintingan) ini gambaran di masyarakat,” ujarnya.
Ari menambahkan, pembajakan kader parpol lain adalah cara instan yang justru bisa membahayakan.
“Selain ideologi (kader bajakan) tidak kuat, dia rentan lompat lagi ke partai lain bila kepentingannya tak terakomodir. Jadi, ada simalakama di sisi lain,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Ari, pembajakan kader partai lain akan memicu ketegangan dengan parpol lain.
“Pasti ada singgungan partai lain yang kadernya dibajak. Bahkan bisa menjadi friksi antarpartai di masa selanjutnya,” ujarnya.