TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, menyatakan pihaknya tetap berpedoman pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dalam upaya penindakan terhadap tersangka terpidana korupsi.
Hal tersebut disampaikannya terkait penangkapan kepada dua kepala daerah di Aceh, yaitu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi baru-baru ini.
Karena diketahui, di Aceh berlaku hukum syariat yang diberikan kepada siapapun warganya yang melakukan tindakan pelanggaran hukum.
"Apakah ada aturan lain misalnya yang berlaku di Aceh yang bersifat spesifik, tentu saja itu tidak menjadi domain KPK," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/7/2018).
Baca: Irwandi Yusuf Ditangkap KPK, Mendagri Tunjuk Nova Iriansyah Jadi Plt Gubernur Aceh
Menurutnya, sampai saat ini KPK tetap berpegang teguh pada UU Tipikor.
"KPK memiliki wewenang sesuai UU Nomor 30 tahun 2002, itu untuk menangani tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang diatur di UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001. Itu prinsip paling dasar," jelas Febri.
"Jadi kami fokus pada penggunaan atau penerapan undang-undang tindak pidana korupsi lebih dahulu saat ini," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, telah terjadi tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Aceh yang menjerat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah.
Diketahui, keduanya terjerat kasus suap fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Aceh dengan nilai kontrak senilai Rp1,5 miliar.
Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen 8% yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Dalam kasus ini, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan, Irwandi sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.