TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 15 dari total 19 tersangka yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015 telah mengembalikan harta korupsi.
"Hingga saat ini ada 15 tersangka mengembalikan uang dengan total pengembalian Rp 187 juta," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Namun, lembaga antirasuah itu belum merinci siapa-siapa saja nama tersangka yang sudah mengembalikan harta korupsi tersebut.
"Uang tersebut diduga terkait dengan pembahasan pokok-pokok pikiran APBD Perubahan Kota Malang Tahun Anggaran 2015," ujar Febri.
Baca: Mantan Wakil Bupati Malang Diminta Kooperatif Penuhi Panggilan KPK
Pada hari ini, KPK juga memeriksa tujuh Anggota DPRD Malang sebagai saksi dalam perkara itu.
Ketujuh Anggota DPRD Malang tersebut ialah Subur Triono, Wiwik Hendrik Astuti, Zainuddin, Yaqud Ananda, Hery Subiantono, Suprapto, dan Mohan Katelu.
"KPK mengkonfirmasi pengetahuan saksi tentang penerimaan-penerimaan anggota DPRD," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota Malang periode 2013-2018, Moch Anton; dua wakil ketua dan 16 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yakni menerima hadiah atau janji alias suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Penetapan ke-19 orang tersangka dari kalangan eksekutif dan legislatif itu merupakan hasil pengembangan perkara sebelumnya setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
Moch Anton selaku wali Kota Malang memberikan hadiah atau janji alias suap kepada ketua dan anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang TA 2015.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka Moch Anton melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap 18 orang anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 tersebut disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.