Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Labuhanbatu, Sumatera Utara, Selasa (17/7/2018).
Lembaga antirasuah tersebut menetapkan Bupati Labuhan Batu, Pangonal Harahap (PHH), sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2018.
Selain Pangonal Harahap, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya dari unsur swasta.
Mereka adalah Umar Ritonga (UMR) dan Effendy Sahputra (ES).
Baca: Peneliti LIPI: Fenomena Kutu Loncat Menunjukkan Kualitas Moral Politisi Kita Rendah
Pantauan Tribunnews.com, seorang tersangka yang dicokok di Labuhanbatu telah tiba di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dia adalah Effendy Sahputra (ES) yang diduga sebagai pihak pemberi.
Pemilik PT BKA (Binivan Konstruksi Abadi) itu datang pada pukul 15.53 WIB.
Baca: Kemenag Waspadai Agenda Radikalisasi di Balik Pembangunan Pondok Pesantren Baru
Dengan mengenakan kaos belang-belang warna oranye biru, ES tampak tertunduk .
Sembari menyeret koper putih, ES hanya terdiam tanpa memberikan keterangan kepada awak media.
ES tampak dikawal petugas KPK.
Ia langsung memasuki ruang pemeriksaan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Sedangkan tersangka lainnya, kerabat dekat Bupati Pangonal, Umar Ritonga (UMR) hingga saat ini belum kunjung tiba di lembaga antirasuah tersebut.
Baca: Kapitra Ampera Menjadi Calon Legislatif dari PDIP, Bachtiar Nasir: Itu Pilihan Politik Dia
"UMR melakukan perlawanan dan hampir menabrak pegawai KPK yang sedang bertugas saat itu. Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan UMR, hingga kemudian UMR diduga berpindah-pindah tempat, sempat pergi ke lokasi kebun sawit dan daerah rawa di sekitar lokasi. Tim memutuskan untuk mencari pihak lain yang juga perlu diamankan segera dalam kasus ini," tutur Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, Rabu (18/7/2018) kemarin.
Terhadap UMR, KPK memberikan peringatan agar segera menyerahkan diri.
Dalam perkara ini, KPK menduga pemberian uang dari ES kepada PHH terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
"Bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan bupati (Pangonal) sekitar Rp 3 miliar," ujar Saut.
Dari cek yang dicairkan, diduga uang Rp 500 juta yang diberikan ES ke PHH melalui UMR dan AT bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek-proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat.
Hingga saat ini, uang Rp 500 juta itu masih dibawa kabur UMR yang melarikan diri dari upaya penangkapan KPK.
Dalam kasus ini, PHH dan UMR disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara ES disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.