Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap satgas anti politik uang memproses 25 kasus pelanggaran politik uang selama Pilkada 2018.
Anggota Bawaslu RI, Rahmad Bagja, membenarkan hal tersebut. Dia mengaku pengawas pemilu menemukan dugaan adanya pelanggaran politik uang.
"Money politik ada. Ada kasus sudah masuk. Ada lebih dari 10," ujar Rahmad Bagja.
Dari temuan pengawas pemilu, dia menjelaskan, terdapat dugaan pelanggaran politik uang berupa pemberian uang yang langsung diberikan dan tidak berkaitan dengan kepala desa.
"Kalau kepala desa melakukan itu masuk pidana. Misal dana desa dialihkan ke pasangan calon. Itu pasal 187 (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016)," kata Bagja.
Selain dugaan pelanggaran politik uang, kata dia, juga ditemukan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa terlibat di dalam program yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
Baca: Alat Penanak Nasi hingga Pemanggang Roti Disita dari Kamar Terpidana Korupsi di Lapas Sukamiskin
Namun dia menegaskan, keterlibatan ASN dan kepala desa itu tidak dapat dikategorikan masuk ke dalam pelanggaran politik uang.
Menurut dia, keterlibatan ASN dan kepala desa berupa keberpihakan kepada pasangan calon yang diwujudkan ikut berpartisipasi dalam kampanye.
"Yang paling banyak kepala desa ikut serta program. Yang menguntungkan pasangan calon. Kadang money politik bukan disitu kadang disamakan padahal bukan," tambahnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap satgas anti politik uang telah memproses 25 kasus pelanggaran politik uang selama Pilkada 2018.
Ini diungkap di rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada pekan lalu.
Jumlah tindak pidana politik uang itu telah diteruskan dari Sentra Gakkumdu.
Dari 25 kasus itu 11 d iantaranya sudah selesai penyelidikan dan masuk ke tahap penyidikan.
Tiga kasus sudah P21 atau hasil penyidikan dinyatakan sudah lengkap, dan sembilan kasus masih di tahap penyelidikan.
Dua kasus dihentikan, karena tidak cukup bukti.