News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pastikan Video Jenazah Imam Samudra Hoax, Polri Sebut Itu Jenazah Napiter Yaser bin Thamrin

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Puluhan anggota dari Satuan Brimob bersenjata lengkap bersiaga didepan Gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau, Sabtu (2/6/2018). Tim Densus 88 dibantu Polda Riau dan Polresta Pekanbaru melakukan penggeledahan terduga teroris di gedung tersebut dan membawa sejumlah barang yang diduga milik teroris. Tribun Pekanbaru/Doddy Vladimir

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri mengonfirmasi bahwa video viral tentang jenazah pelaku bom Bali I, Imam Samudra, masih utuh meski telah dimakamkan adalah berita bohong atau hoax.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan jenazah dalam video tersebut merupakan napi teroris Rutan Gunung Sindur yang bernama Yaser bin Thamrin.

"Ini video dari Yaser bin Thamrin, napiter di Gunung Sindur," ujar Iqbal, dalam keterangan rilisnya, Senin (23/7/2018).

Diketahui, Yaser meninggal dunia di RSUD Tangerang Selatan, Selasa (17/7), pukul 19.45 WIB.

Iqbal menceritakan kronologis proses meninggalnya pria yang disebut sebagai Imam Samudra dalam video viral tersebut.

Ia mengatakan yang bersangkutan sempat mengeluh muntah dan perut terasa panas, serta lemas, pada 26 Juni 2018. Tim medis pun memberikan obat bagi Yaser.

Seminggu berselang, Yaser kembali mengeluhkan rasa sakitnya di perut.

"Pada 4 Juli 2018, pukul 10.39 WIB, tahanan tersebut mengeluh keram di bagian perut dan muntah. Tensi darah 90/60. Perawat memberi obat dan selanjutnya diet bubur," jelas mantan Kapolrestabes Surabaya itu.

Yaser kembali merasakan perutnya sakit sepekan setelahnya. Akibatnya nafsu makannya berkurang dan kembali muntah.

Petugas lapas tatkala itu masih memberikan perlakuan yang sama dengan obat dan diet bubur.

Namun, pada Minggu, 15 Juli 2018, pukul 00.30 WIB, informasi dari petugas yang memantau CCTV bahwa penghuni kmr C2.6.1 terlihat tidak ada aktivitas sama sekali sejak beberapa jam sebelumnya.

Petugas berupaya memperbesar tampilan gambar CCTV agar lebih jelas melihat aktivitas Yaser.

Saat mengecek mengecek kamar tersebut, dan menemukan Yaser lemas, petugas langsung memindahkan Yaser ke poliklinik untuk menerima tindakan medis.

"15 menit kemudian perawat tiba di rutan dan memeriksa kondisi tahanan. Hasil pemeriksaan perawat keadaan umumnya apatis, tensi tidak teraba sehingga segera di bawa ke RSUD Tangsel. Atas ijin Karutan, tahanan tersebut di bawa ke RSUD dengan pengawalan dua orang Brimob dan dua anggota Polsek Gunung Sindur pada pukul 01.00 WIB," imbuh Iqbal.

Yaser kemudian langsung ditangani oleh dokter, diberi tindakan medis berupa oksigen dan infus begitu tiba di IGD RSUD.

"30 menit kemudian, tahanan tersebut di nyatakan oleh dokter kondisinya sudah cukup membaik dengan tensi 120/70 , GDS ulang 137. Kemudian atas ijin dokter, tahanan di bawa kembali ke rutan untuk rawat inap di poliklinik rutan dan di berikan terapi lanjutan infus," kata Iqbal.

Kemudian cerita Iqbal berlanjut saat Karutan Gunung Sindur menyurati instansi terkait seperti Kejaksaan Agung dan Ditjen Pas mengenai sakitnya seorang tahanan teroris pada Senin (16/7).

Yaser pun diperiksa perawat, pada Selasa (17/7), pukul 09.05 WIB, dengan hasil suhu tubuh 37,8°C serta tensi 90/ 60. Hingga malam hari, Yaser masih dirawat mulai dari pemeriksaan laboratorium, cek darah dan diberi makan.

"Pukul 18.30 WIB, perawat memeriksa tahanan dan terlihat pucat serta napas pendek dan tidak sadar. Pukul 18.45 WIB atas ijin kepala rutan, tahanan kembali dibawa ke RSUD Tangsel dengan pengawalan," cerita Iqbal.

"Pukul 19.00 WIB, tahanan tiba di ruang IGD RSUD Tangsel. Pukul 19.45 WIB, tahanan dinyatakan meninggal dunia," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini