Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Ray Rangkuti, mengkritik keputusan partai Perindo mengajukan judicial review atas atauran masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Ia menyebut gugatan tersebut tidak memiliki dasar kuat secara subtansi.
Apalagi, kata dia, pemohon tak bisa menjelaskan kerugian yang didapat atas berlakunya peraturan itu.
Baca: Ketika Anies Ajak Sang Ibu Jajal Pelican Crossing di Bundaran HI Bersama Jokowi dan Menteri Basuki
"Pemohon saja sulit menjelaskan kerugian kontitusionalnya kalau jabatan Presiden itu tetap dibatasi 2 periode. Selain itu subtansinya, ini kan lebih karena mencari-cari sesuatu yang lowong yang tidak diatur teks Undang-undang," ujar Ray, usai diskusi di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (2/8/2018).
Ia menjelaskan akan banyak gugatan serupa ke Mahkamah Konstitusi (MK) apabila landasan seperti kasus ini digunakan.
Bila gugatan dikabulkan MK, Ray menilai akan membawa dampak buruk bagi perkembangan politik Indonesia.
Baca: KPK Buka Peluang Usut TPPU dalam Kasus Suap Gubernur Aceh
Demokrasi disebut akan turun ke level bawah.
"Seperti kursi Presiden dan Wakil Presiden bisa bertukar-tukar, yang dua periode Presidennya tinggal tukaran menjadi Wakil Presiden dan seterusnya," jelasnya.
Baca: Mulut Seorang Terdakwa Diselotip Karena Tak Bisa Berhenti Bicara Saat Persidangan Berlangsung
Bahkan, ia menyebut situasi itu juga terjadi di tingkat Kabupaten atau Kota, dimana Wali Kota atau Bupati dan Wakil Wali Kota atau Wakil Bupati yang telah menjabat dua periode, pada saat periode ketiga mereka akan bertukar jabatan untuk melanggengkan kekuasaannya.
"Kalau model seperti ini dicari-cari dengan mengabaikan aspek kulturnya, berdemokrasinya, maka demokrasi kita akan turun ke level yang ecek-ecek," kata Ray.