TRIBUNNEWS. COM - Tak hanya wartawan dan ilmuwan sosial yang dapat memotret kearifan lokal Indonesia melalui reportase atau makalah ilmiah.
Baca: Sudjiwo Tedjo Bela Jokowi, Wasekjen Demokrat: Rakyat Sendiri kok Diperangi
Lebih dari 200 penyair, penulis, aktivis juga dapat memotret batin isu sosial di 34 Provinsi dalam 34 buku melalui puisi esai.
Kini 34 buku puisi esai itu, satu buku mewakili satu provinsi, bisa diakses, dibaca bahkan diunduh oleh siapapun di Facebook bernama Perpustakaan Puisi Esai.
Penggagas gerakan nasional puisi esai, Denny JA, menyebarkan meme di media sosial dengan tagline: Dan Penyair Pun Membuat Sejarah.
"Ini bukan sekedar membuat buku puisi, tapi menjadi gerakan budaya dilihat dari banya sisi," Ujar Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/8).
Dari sisi isi puisi, masyarakat akan memahami aneka isu sosial dan kearifan lokal di setiap provinsi.
Di Aceh sebagai misal, tergambar suasana batin dinamika individu yang pro NKRI dan pro Aceh Merdeka. Di Papua, ada kisah seorang Ayah yang membawa anaknya berobat pada klinik kesehatan terdekat, tapi harus berjalan kaki berhari- hari.
Ada kisah di Jogjakarta mengenai konflik keluarga akibat kemungkinan pewaris tahta kerajaan seorang wanita. Ada kisah di Jawa Tengah tentang penduduk yang cemas karena tersingkir industri.
"Semua kisah adalah kisah nyata, dengan catatan kaki yang merujuk sumber informasi. Namun aneka kisah itu difiksikan agar lebih menyentuh. Dengan membaca 34 buku ini kita menyadari betapa kayanya kearifan lokal bumi nusantara," lanjutnya.
Menurutnya, jika dulu kita mengenal budaya Indonesia dari aneka buku ilmiah, kita kita bisa masuk ke batinnya melalui puisi esai.
Dari sisi puisi, semua menuliskan dalam bentuk puisi esai. Sebanyak lebih dari 170 puisi esai dalam 34 buku adalah puisi panjang yang berbabak.
Uniknya, ada catatan kaki yang melampirkan fakta dan data menunjang kisah yang difiksikan.
"Kita tak hanya mendapatkan drama tapi juga informasi tentang sejarah atau isu sosial."
Puisi esai diklaim sebagai genre baru puisi. Ia tak hanya berhenti sebagai klaim namun diwujudkan dalam ratusan puisi dan puluhan buku.