TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kurir dari Irvanto Hendra Pambudi, Muhammad Nur atau Ahmad kembali bersaksi di sidang korupsi e-KTP, Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Sebelumnya, Ahmad pernah pula bersaksi di sidang kasus e-KTP pada Senin (5/3/2018) silam. Kali ini, Ahmad bersaksi untuk mantan bosnya, Irvanto yang juga keponakan dari Setya Novanto.
Dalam persidangan, Ahmad mengaku pernah diminta Irvanto menerima uang dari Marketing Manager PT Inti Valuta Money Changer Riswan alias Iwan Barala.
Bahkan atas perintah itu, ungkap Ahmad, Irvanto sempat menjanjikan hadiah kepadanya yakni sebuah sepeda motor.
"Pak Irvanto telepon saya, katanya ada orang yang mau kirim barang. Awalnya barang, tapi waktu saya terima ada tanda terima duit," ujar Ahmad.
"Saya ke rumah Pak Irvanto, dia bilang ada project nih, kalau sudah selesai, nanti saya kasih motor," lanjut Ahmad.
Baca: Sidang Keponakan Setya Novanto, Jaksa Hadirkan 8 Saksi
Menurut Ahmad setidaknya dia menerima empat kali pemberian uang. Sayangnya dia tidak ingat pasti detail setiap transaksi.
Setelah tugasnya selesai dan seluruh uang diberikan ke Irvanto. Menurut Ahmad, Irvan pernah menyebut uang itu disiapkan untuk diberikan kepada pihak Senayan.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat delapan tersangka. Lima diantaranya telah berstatus narapidana yakni Irman, Sugiharto, Andi Narogong, Setya Novanto dan Anang Sugiana.
Satu tersangka yakni Markus Nari masih berproses di KPK dan belum dilakukan penahanan. Sementara dua lainnya yakni Irvanto dan Made Oka masih menjalani proses sidang.
Khusus Irvanto yang juga mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, didakwa turut serta melakukan korupsi proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Dia didakwa bersama-sama dengan pengusaha Made Oka Masagung.
Keduanya berperan menjadi perantara dalam pembagian fee proyek pengadaan barang atau jasa e-KTP untuk sejumlah pihak. Irvanto dan Made Oka juga turut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam proyek itu.
Atas perbuatannya, Irvanto dan Made Oka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.