Laporan Reporter Kontan, Kiki Safitri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus suap PLTU Riau 1. Tersangka tersebut antara lain Eni Maulani Saragih (EMS), Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) dan Idrus Marham (IM).
KPK menjelaskan hanya ada tiga nama tersangka kasus suap PLTU Riau 1 dan Sofyan Basir tidak termasuk. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut bahwa selain dari tiga nama yang resmi diumumkan KPK, nama-nama lain yang mencuat hanya berstatus sebagai saksi.
"Belum ada info terkait dengan itu. Perlu kami sampaikan yang menjadi tersangka adalah tiga orang dan kita tidak bicara tentang calon-calon tersangka atau pihak-pihak lain. Selain tiga tersangka statusnya adalah sebagai saksi," kata Febri di gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan, Rabu (29/8/2018).
Lebih lanjut Febri mengatakan bahwa sejauh ini KPK masih melakukan pendalaman kasus. Kemudian bagi pihak-pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk ketiga tersangka akan akqn diperiksa. IM akan dijadwalkan untuk pemeriksaan.
"Kasus PLTU Riau 1 sedang dilakukan, ada dua penyidikan yang sedang dilakukan. Pertama, terhadap dua tersangka yang sedang proses," ungkapnya.
Yang kedua tersangka IM. Sejauh ini baru ada tiga tersangka.
"Pihak-pihak lain akan kami lakukan pemeriksaan jika perlu ada saksi-saksi yang akan kami periksa. Untuk IM sejumlah saksi sudah kami periksa nanti kami akan agendakan pemeriksaan IM juga sehingga tidak terlalu lama," ungkap Febri Diansyah.
Febri kemudian tidak mau berspekulasi terkait dengan komentar-komentar yang beredar di publik yang menyebut KPK memperlambat status Sofyan Basir karena merupakan teman baik Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menyebut bahwa KPK ragu menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka.
Padahal, menurutnya, dengan ditetqpkan Sofyan Basir sebagai tersangka maka KPK sudah memenuhi unsur pelaku perampokan uang negara.
"Memang kalau berkomentar itu silahkan saja. Proses hukum KPK adalah seseorang bisa jadi tersangka jika didukung dengan bukti-bukti," tegas Febri.
Baca: Langkah Mulus Nicke Widyawati ke Kursi Pertamina 1
Sebelumya EMS membenarkan bahwa ia menerima Rp 2 miliar sebagai dana Munaslub Partai Golkar. Uang tersebut ia terima sebagai bentuk perjanjian EMS dan JBK.
IM sendiri rencananya akan menerima dana sebesar US$ 1,5 juta sebagai pihak yang melancarkan proses perjanjian teraebut. Namun menurut EMS, IM sama sekali belum menerima bentuk dana yang dijanjikan JBK.
EMS dijerat Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan JBK dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
IM terjerat pasal 12 undang-undang huruf atau b atau pasal 11 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP atau pasal 56 ke - 2 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.