News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

Keberatan Terhadap PKPU Pencalonan Anggota Dewan, Bawaslu Harusnya Judisial Review ke MA

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menilai keputusan panwaslu memutuskan mantan narapidana korupsi dapat mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota legislatif (bacaleg) di pemilu 2019 tidak tepat.

Hadar Nafis Gumay, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih meminta Panwaslu di dalam membuat keputusan seharusnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pada saat ini, kata dia, ketentuan yang berlaku untuk pencalonan anggota legislatif, yaitu peraturan KPU (PKPU) Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

"Itu sebetulnya pedoman pelaksanaan pemilu kita," ujar mantan komisioner KPU RI itu, ditemui di kantor Bawaslu RI, Jumat (31/8/2018).

Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Datangi Bawaslu Terkait Lolosnya Mantan Koruptor sebagai Bacaleg

Menurut dia, Bawaslu RI dan Panwaslu pada saat menjalankan tugas melakukan pengawasan apakah pelaksanaan pemilu sesuai atau tidak berdasarkan dua PKPU tersebut. Bukan menginterpretasikan peraturan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dia menjelaskan, Pasal 76 ayat 1 UU Pemilu telah mengatur dalam hal Peraturan KPU bertentangan dengan UU pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Artinya, dia menegaskan, Bawaslu seharusnya tidak potong kompas dan menarik kesimpulan sendiri dikarenakan koreksi atas Peraturan KPU bukan ranah dan wewenang Bawaslu. Sedangkan hingga saat ini, belum ada putusan MA yang menyebutkan Peraturan KPU bertentangan dengan UU.

"Sebetulnya peraturan-peraturan tersebut masih berlaku dan pembatalan peraturan itu adalah otoritas MA bukan otoritas Bawaslu. Jadi ini semua menunjukkan pertunjukan kekacauan diantara penyelenggara pemilu kita," kata dia.

Namun, apabila Panwaslu tidak sependapat dengan PKPU itu, maka dapat mengajukan judisial review ke MA.

"Jadi seharusnya kalau mau tertib, taat hukum harus dilakukan Bawaslu tidak setuju dengan peraturan ini, seharusnya Bawaslu mengajukan JR ke MA. Tetapi bukan kemudian menggunakan palu-palu di dalam proses sidang sengketa mereka," tambahnya.

Dia menambahkan, putusan pengawas pemilu di enam daerah, yaitu Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-Pare, Rembang, dan Bulukumba, terhadap sengketa pencalonan mantan napi korupsi secara terang benderang tidak menjadikan Peraturan KPU tentang Pencalonan sebagai rujukan.

Padahal, Peraturan KPU sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat 2 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi atau dibentuk bedasarkan kewenangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini