Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan #2019GantiPresiden terus menyebar di sejumlah daerah dan menimbulkan pro dan kontra.
Pasalnya, sejumlah daerah menolak gerakan tersebut lantarkan bisa minimbulkan gesekan di masyarakat.
Baca: Mantan Kepala Intelijen TNI: Gerakan #2019GantiPresiden Berpotensi Makar
Baca: Soal Gerakan #2019GantiPresiden, Pengamat: Ada Kepentingan Mengganti Sistem Pemerintahan
Pengamat politik Boni Hargens mengatakan, gerakan #2019GantiPresiden ini jelas membahayakan ketahanan ideologi negara.
Terlebih, adanya dugaan kelompok radikal membonceng di dalamnya dalam rangka mendirikan khilafah dan mengganti sistem pemerintahan.
"Ada dugaan kelompok radikal yang memperjuangkan Khilafah ikut membonceng gerakan #2019GantiPresiden dugaan ini didukung temuan intelijen di lapangan," kata Boni Hargens dalam diskusi 'telaah gerakan #2019gantipresiden dari perspektif ancaman negara' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2018).
Oleh karena itu, Boni menilai, agar gerakan #2019GantiPresiden segera dihentikan.
Hal ini demi menjaga ketentraman dan keamanan nasional.
Ia mengaku khawatir jika gerakan ini terus digaungkan ke sejumlah daerah bisa menimbulkan konflik berkepanjangan di lapisan masyarakat.
"Dalam ranah ini seluruh institusi keamanan dan komunitas intelijen wajib hukumnya terlibat dan melakukan tindakan pencegahan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia dan rule of law," jelas Boni Hargens.
Lebih jauh, Boni melihat bahwa gerakan ini arahnya kepada gerakan politik.
Ini terlihat dari bagimana paslon capres hanya diisi oleh 2 pasangan yakni Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga.
Namun, tidak menggaungkan salah satu paslon untuk dimenangkan dalam pilpres.