Laporan Reporter Warta Kota, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar 1000 orang yang tergabung dalam Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kota Depok, dipastikan akan menggelar aksi massa berupa long march atau berjalan kaki dari Kota Depok menuju Istana Merdeka, Rabu (12/9/2018) besok.
Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama bagi warga kurang mampu
Sejumlah tuntutan mereka diantaranya muncul akibat adanya peraturan baru BPJS Kesehatan yang dianggap merugikan masyarakat.
Ketua DKR Kota Depok, Roy Pangharapan mengatakan aksi yang dilakukannya ini karena DKR Depok melihat bahwa jajaran Direksi BPJS Kesehatan semakin tamak menindas pasien, dokter, perawat, bidan, puskesmas dan rumah sakit.
"Jadi sudah saatnya Presiden Joko Widodo memeriksa dan mengganti semua direksi BPJS Kesehatan yang menguras uang negara dan memeras pasien," kata Roy kepada Warta Kota, Selasa (11/9/2018).
Menurutnya dalam aksi besok puluhan pasien cuci darah rutin akan turut serta karena mereka merasakan betul bagaimana peraturan baru BPJS Kesehatan kini merugikan mereka.
"Namun para pasian cuci darah yang rata-rata karena sakit ginjal atau gagal ginjal ini, akan langsung berada di lokasi di depan Istana Merdeka. Sebab karena kondisi kesehatan, mereka tidak memungkinkan ikut longmarch," katanya.
Roy mengatakan DKR Depok menuntut agar BPJS Kesehatan membatalkan semua peraturan baru yang merugikan masyarakat dan pasien.
Baca: Polisi Gelar Mediasi Dua Ormas yang Bentrok di Jalan Siliwangi Pamulang
"Pelayanan kesehatan di era BPJS Kesehatan ini bukannya makin baik tapi semakin menyulitkan masyarakat dan pasien. Bukan itu saja, dokter, perawat dan rumah sakit pun sekarang menjerit-jerit akibat dirugikan terus menerus oleh hutang BPJS yang tidak dibayar," kata Roy.
Menurut Roy, setelah BPJS Kesehatan mengeluarkan tiga Peraturan Direktur Penjaminan Pembiayaan Kesehatan yang berlaku bulan Juli 2018 lalu, BPJS tidak lagi menanggung kegawat-daruratan, operasi katarak, kelahiran normal di rumah sakit dan rehabilitasi medis.
"Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2018, Tentang Kegawatdarutan mengakibatkan pasien gawat darurat tidak lagi mendapatkan pelayanan di UGD rumah-rumah sakit, karena tidak memiliki uang untuk membayar pelayanan UGD. Padahal pasien UGD adalah pasien yang urusannya hidup atau mati," bebernya.
Baca: Tujuh Negara Berkembang Rentan Terperosok dalam Krisis Mata Uang, Bagaimana dengan Indonesia?
"Tapi karena BPJS Kesehatan sudah tidak menanggung biaya pelayanan UGD. Maka pasien miskin walau punya kartu BPJS, tidak bisa lagi menggunakan UGD. Korban kematian karena kegawat daruratan terbukti meningkat setelah peraturan itu diberlakukan," katanya.
Padahal menurutnya sebelum ada Peraturan BPJS Kesehatan tersebut, semua rumah sakit punya kewajiban untuk segera menolong pasien gawat darurat, karena nantinya akan ditagihkan ke BPJS Kesehatan.