TRIBUNNEWS.COM - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) RI melalui tim tanggap darurat bencana telah menghitung & mendata wilayah yang terdampak gempa & tsunami Palu, Jumat (28/09/2018).
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Data Satelit Ungkap 47,8 Hektar Wilayah Palu Amblas', Lapan menyebut 47,8 hektar wilayah Balaroa, Palu, telah amblas tedampak gempa & tsunami.
Data tersebut didapatkan oleh gabungan tim Lapan, ITB, dan Asian Institute of Technology (AIT) Thailand menggunakan pantauan citra satelit.
Dari data satelit Pleiades, tim ini berhasil menghitung lebih dari 5.000 bangunan rusak.
Pleiades adalah satelit milik Perancis dengan resolusi spasial 60 cm.
"Tim baru menghitung sebagian wilayah yang terpotret citra satelit," tulis pihak Lapan, Rabu (03/10/2018)
Metode yang digunakan adalah interpretasi visual dengan membandingkan data citra satelit sebelum dan sesudah gempa.
"Metode yang digunakan adalah interpretasi visual dengan membandingkan data citra satelit sebelum dan sesudah gempa," kata pihak Lapan.
Data satelit yang dipakai berasal dari perbandingan satelit Pleiades tanggal 6 Juli 2018 (sebelum gempa) yang diterima oleh Stasiun Bumi Lapan di Parepare dan tanggal 30 September 2018 (setelah gempa) yang diterima oleh Internasional Disaster Charter.
"Hasil perhitungan menunjukkan adanya 418 rumah rusak di Kabupaten Donggala, dan 2.403 di Palu. Sedang yang kemungkinan rusak adalah 315 di Donggala dan 2.010 di Palu," sambungnya.
Meski sudah berhasil menghitung, pihak Lapan mengingatkan bahwa data kerusakan kemungkinan lebih banyak lagi.
Hal ini dikarenakan tidak semua wilayah dampak gempa terpotret dari citra satelit.
"Dari total 5.146 bangunan rusak yang terdata, 1.045 bangunan terdapat di Perumnas Balaroa yang amblas dengan luasan sekitar 47,8 hektar." kata pihak Lapan
Tim gabungan masih terus bekerja dengan data- data satelit lainnya dan terus berkomunikasi dengan komunitas internasional disaster charter.
5 Fakta Ilmiah Gempa Donggala dan Tsunami Palu
Ada sejumlah fakta ilmiah dari ahli dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang perlu diketahui tentang gempa itu.
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel '5 Fakta Ilmiah Gempa Donggala dan Tsunami Palu yang Harus Anda Tahu'
1. Akibat dari Sesar Palu Koro
BMKG menyebut bahwa gempa tersebut diakibatkan oleh sesar Palu Koro.
sesar Palu Koro memanjang di wilayah Sulawesi Tengah dan sepertiganya menjorok ke lautan.
"Disebabkan oleh sesar Palu Koro yang berada di sekitar Selat Makassar," kata Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG dalam konferensi pers pada Jumat (28/9/2018).
Di sisi lain, ahli kegempaan Sulawesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dina Sarsito mengungkapkan penyebabnya bisa jadi bukan bagian utama sesar itu tetapi sesar sekundernya
"Kejadian beberapa tahun lalu, pola strike slip tapi bukan bersumber dari sesar Palu Koro tetapi dari sumber yang hampir berdekatan. Baru terlihat saat identifikasi lapangan," kata Dina
2. Magnitudo Gempa Utama Sempat Direvisi
Pada awal, BMKG mengeluarkan pernyataan bahwa gempa pada Jumat (28/9/2017) bermagnitudo 7,7 tetapi akhirnya merevisi menjadi 7,4.
Gempa itu adalah gempa utama. Gempa sebelumnya yang bermagnitudo kurang dari itu disebut sebagai foreshock.
3. Mekanisme Sesar Geser
Berbeda dengan gempa Aceh tahun 2004 yang memicu tsunami besar dengan sesar naik, gempa Donggala punya mekanisme sesar geser.
Artinya, ada dua lempengan yang berdekatan dan gerakannya horizontal satu sama lain.
Berbeda dengan sesar naik di mana ada salah satu yang bergerak vertikal
Sesar geser sebesar apapun magnitudonya biasanya tidak akan memicu tsunami besar, kecuali jika diikuti dengan longsoran yang cukup besar akibat getaran gempanya
4. Bagaimana Tsunami Terjadi?
Ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, mengatakan, tsunami bisa terjadi karena dua hal.
Pertama, sesar Palu Koro sendiri sepertiganya berada di lautan.
Ketika gelombang gempa menjalar sepanjang sesar itu, maka bagian yang menjorok ke laut ikut bergetar dan memicu tsunami kecil.
Tsunami bisa lebih besar jika ada faktor kedua, yaitu longsoran bawah laut.
5. Berdampak pada Penurunan Tanah
Peneliti Badan Pengakjian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan lewat pemodelan cepat yang dilakukannya Kamis (28/9/2018) bahwa gempa Donggala memicu penurunan tanah.
"Pantai di 5 kecamatan mengalamai penurunan tanah sementara 1 kecamatan mengalami kenaikan," katanya saat dihubungi Kompas.com
Empat kecamatan yang mengalami kenaikan hingga 1,5 meter adalah Towale, Sindue, Sirenja, dan Balaesang di Donggala serta kecamatan Palu Utara di Kota Palu.