Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK, Alexander Mawarta atau Alex mengungkap ada sejumlah sandi kasus yang digunakan oleh para tersangka di kasus suap proyek lingkungan Pemkot Pasuruan.
"Teridentifikasi ada penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini," terang Alex, Jumat (5/10/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Alex menjelaskan para pihak menggunakan istilah ready mix atau campuran semen dan apel untuk fee proyek dan istilah "kanjeng" yang diduga berarti Wali Kota Pasuruan, Setiyono.
Seperti diketahui selain Setiyono penyidik juga menetapkan status tersangka pada Dwi Fitri Nurcahyo (staf ahli atau Plh Kadis PU Pasuruan), Wahyu Tri Harianto (staf Kelurahan Purutrejo) dan M Baqir (perwakilan CV M).
Keempatnya menjadi tersangka setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (4/10/2018) kemarin dan diperiksa intensif selama 1x24 jam oleh penyidik.
Dalam perkara ini, Setiyono diduga menerima suap dari M Baqir terkait proyek belanja modal gedung dan pembangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD TA 2018 melalui sejumlah pihak dan orang dekatnya.
Baca: Penemuan Tengkorak Manusia Ungkap Kasus Pembunuhan Berencana yang Dilakukan Dua Pelajar
Diduga telah terjadi kesepakatan fee untuk Setiyono sebesar 10 persen dari nilai proyek Rp 2,2 miliar ditambah 1 persen atau 20 juta untuk Pokja. Pemberian dilakukan secara bertahap.
Pada 24 Agustus 2018, Baqir mengirim uang Rp 20 juta ke Wahyu Tri untuk Pokja sebagai tanda jadi.
7 September 2018, tiga hari setelah CV M ditetapkan sebagai pemenang lelang, Baqir kembali mengirim uang ke Setiyono Rp 115 juta melalui orang dekatnya.
Sisa komitmen sebesar 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka atau termin pertama cair.
Penyidik juga menduga proyek di Pasuruan telah diatur Setiyono melalui tiga orang dekatnya yang dikenal dengan sebutan "Trio Kwek-Kwek".
Dalam setiap Setiyono mendapat jatah rata-rata 5 hingga 7 persen dari nilai proyek.
Sebagai pemberi suap, Muhamad Baqir diancam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001.
Sementara sebagai penerimaa, Setiyono, Dwi Fitri dan Wahyu Tri, diancam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001.