TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kampanye Nasional Jokowi-Mar'uf membantah menggoreng isu soal kebohongan Ratna Sarumpaet untuk menutupi persoalan ekonomi, terutama pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan, isu tentang Ratna pertama kali dihembuskan oleh kubu Prabowo-Sandiaga.
Hingga, opini publik terbangun, sebelum Ratna mengakui telah berbohong soal penganiayaan.
Karding membantah, jika isu Ratna 'digoreng' untuk menutupi persoalan ekonomi dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Isu ini mencuat dan memang dipopulerkan oleh teman-teman dari paslon pak Prabowo. Mulai dari pak Fadli Zon, Rachel Maryam, dan mba Hanum Rais," ujar Karding saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (7/10/2018).
Baca: PKS: Isu Ratna Sarumpaet Sengaja Digoreng untuk Alihkan Masalah Ekonomi
Pernyataan kelompok Prabowo, ucap Karding, bisa dikroscek melalui media sosial.
Menurut Karding, isu soal kebohongan Ratna tidak perlu 'digoreng'.
Sebab, kata Karding isu Ratna berbohong merupakan berita politik yang besar.
"Jadi apa yang terjadi hari ini, itu memang hukum media sosial dan hukum alam bahwa masyarakat suka tidak suka akan bicara soal penganiayaan, soal Ratna berbohong," ucapnya.
Karding pun membantah pernyataan Direktur Pencapresan PKS Suhud Alynudin.
Menurut Suhud, isu Ratna terus digoreng untuk mengalihkan perhatian masyarakat kepada masalah ekonomi.
"Soal ekonomi kita tidak mau menutup-nutupi soal isu ekonomi terutama soal pelemahan rupiah, justru itu bicarakan bersama, bagaimana kita bersikap bergandengan tangan bersama untuk mengatasi itu," tutur Karding.
Karding menjelaskan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, bukan karena faktor ketidakmampuan pemerintah dalam membuat kebijakan.
"Lebih besar faktornya karena faktor eksternal, baik itu pertarungan antara Cina dan Amerika maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadi pelemahan rupiah," katanya.
Karding mengimbau kepada kubu Prabowo-Sandiaga untuk membangun optimisme di tengah bencana Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Sehingga, masyarakat yang menjadi korban bencana, kembali termotivasi untuk membangun kembali perekonomian di wilayah bencana.
"Jangan sikap yang pesimis, yang dikepalanya selalu berpikiran kita akan gagal, Indonesia gagal, itu bukan pemimpin. Mengkritik pun harus konstruktif memberikan solusi," imbuh Karding.