TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Sulawesi Tengah melalui rapat koordinasi dengan pihak terkait pada Senin (8/10/2018) memutuskan untuk menghentikan pencarian atau evakuasi korban di tiga tempat bencana likuefaksi (tanah kehilangan daya ikat) akibat gempa bumi 28 September 2018 kemarin.
Yaitu di Perumnas Balaroa dan Petobo di Kota Palu serta di Jono Oge di Kabupaten Sigi.
Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).
Sutopo menjelaskan bahwa keputusan itu diambil Gubernur Sulteng Longki Djanggola setelah mendengar pertimbangan dari tokoh masyarakat seperti Camat Palu Selatan dan Camat Sigi Biromaru disaksikan pihak terkait seperti Kapolda Sulteng, BNPB, Bupati Sigi, Walikota Palu, tokoh agama, dan tokoh masyarakat sert Basarnas.
“Proses evakuasi korban hilang di tiga lokasi itu dihentikan tepat dengan berakhirnya masa tanggap bencana yaitu Kamis (11/10/2018), untuk kemudian semua pihak fokus pada hal-hal seperti penanganan media korban terluka, bantuan logistik, pemulihan ekonomi, percepatan pemulihan infrastruktur, dan penanganan bantuan luar negeri,” ujar Sutopo.
Sutopo menjelaskan bahwa ada sejumlah kondisi yang membuat proses evakuasi harus dihentikan besok Kamis.
“Seperti kondisi di perumnas Balaroa yang tanahnya naik turun menghancurkan rumah serta jalan yang ada, kemudian kondisi Desa Petobo yang rumah-rumahnya tertimbun di bawah lumpur yang sudah mengering sehingga sulit dilakukan evakuasi,” katanya.
“Evakuasi di Jono Oge juga dihentikan karena kondisi lapangan yang masih basah dan sulitnya menemukan bantuan berupa alat eskavator amphibi, padahal yang dibutuhkan ada enam,” tegas Sutopo.
Sutopo menerangkan bahwa dengan kondisi tersebut para perangkat pemerintah daerah memutuskan untuk meminta proses evakuasi dihentikan karena masyarakat sudah trauma untuk kembali ke lokasi-lokasi tersebut.
“Masyarakat juga sudah trauma untuk kembali dan meminta dibangunkan pemukiman baru yang lebih aman dan pemerintah akan segera membangun hunian sementara dan hunian tetap secara bertahap, masyarakat juga meminta lokasi-lokasi tersebut dijadikan makam massal,” ujar Sutopo.
Dari data BNPB setidaknya ada 165 korban meninggal dunia dievakuasi dari Perumahan Balaroa dengan perkiraan bangunan rusak mencapai 1.471 unit; 120 korban meninggal dunia dan 2.050 unit rumah di Desa Petobo; dan 33 korban meninggal dunia ditemukan di Jono Oge serta 366 unit rumah mengalami kehancuran.