TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Mardani Ali Sera menyebut tentang keberhasilan Prabowo dan Kopassus menaklukan Gunung Everest dalam suatu debat antar tim pemenangan calon presiden 2019 (10/10/2018) menjadi perdebatan.
Pernyataan Mardani ini dianggap keliru. Sebab pada Eksepedisi Indonesia Everest '97, prajurit Kopassus Asmujiono-lah yang berhasil menginjakkan kaki di puncak tertinggi di dunia tersebut.
Prabowo memang memiliki peran dalam ekspedisi tersebut, sebab dirinya yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus merupakan sosok yang menggagas ide untuk mengirim rombongan untuk menjadi orang Asia Tenggara pertama yang menaklukkan Everest.
Kisah dari Tim Ekspedisi Everest Indonesia 97 (kadang juga disebut Ekspedisi Indonesia Everest 97 atau Ekspedisi Everest 97) tertuang dalam artikel berjudul "Sang Saka Akhirnya Berkibar di Puncak Dunia" yang ditulis oleh A. Asianto dan Kurniasih T.J. di tabloid Nova edisi 483/X 25 Mei 1997.
Dalam artikel sebelumnya dikisahkan bagaimana tim Ekspedisi dibagi dua (tim utara dan tim selatan), namun hanya menyisakan tiga orang dari tim selatan menjelang puncak.
Mereka adalah Lettu Iwan Setiawan (29), Sertu Misirin (31), dan Pratu Asmujiono (26).
Lalu mengapa pada akhirnya Asmujiono menjadi anggota tim pertama yang berhasil menggapai puncak Everest?
Menginjak Mayat
Adalah Pratu Asmujiono anggota tim yang pertama berhasil mengibarkan Sang Merah Putih di puncak Everest. Dituturkan Muji (panggilan akrabnya), beberapa meter menjelang puncak ia sudah disarankan pelatih dari Moskow untuk mundur karena kondisinya amat payah.
Sebelumnya, Iwan dan Misirin sudah lebih dulu berhenti.
Bukannya menuruti saran, Muji malah nekat maju. Apalagi ia tahu, lokasi untuk menancapkan bendera sudah tak jauh.
"Saya bukan pengecut, mati pun saya rela!" teriak Muji saat itu, sambil berlari ke atas.
Bayangan kematian sempat melintas di hadapan Muji ketika tak sengaja ia menginjak beberapa mayat pendaki yang tewas dalam sejumlah ekspedisi sebelumnya.
"Saya menangis. Tapi begitu teringat tugas negara, saya maju lagi sambil tetap berdoa," kisahnya.