Bertempat di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, 16 Oktober 2018, Lembaga Pengkajian MPR menggelar Rapat Pleno ke-48.
Dalam pleno itu, Ketua Lemkaji Rully Chairul Azwar mengatakan lembaga yang dipimpinnya kali ini mengundang Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk memberi pemaparan materi mengenai ‘Pemerintahan Negara’.
Diharapkan kedatangan Bambang bisa memberikan dinamika bagi anggota Lemkaji untuk mengeksplore sistem tata negara Indonesia.
Di depan anggota Lemkaji, sebelum menyampaikan pemaparan, Bambang mengungkapkan dirinya merasa grogi karena di samping kanan, depan, dan kiri para pakar ahli tata negara.
“Semua adalah guru”, ujarnya sambil tersenyum. Dikatakan, saat dirinya masih SMA, semua yang berada di ruang itu sudah menjadi anggota DPR/MPR.
Menurut Bambang, kalau bicara sistem tata negara, bila kita menggunakan sistem presidential, sistem itu dirasa kok tidak kuat. Pun demikian kalau menggunakan sistem parlement, sistem ini tidak heavy.
“Akibat yang demikian kita menggunakan sistem-sistem yang ada tergantung kepentingan yang sedang dialami”, ungkapnya.
Pria kelahiran Jakarta itu bersyukur pemerintahan saat ini merangkul sebagian besar partai politik di parlemen. Merangkul partai-partai yang ada disebut untuk mengurangi kegaduhan di parlemen maupun di dunia politik. “Kita sering gaduh karena sistem kita saling kunci”, paparnya.
Dijelaskan mengenai saling kunci, DPR tak bisa membuat undang-undang tanpa pemerintah. “Proses pembuatan undang-undang bisa terhenti karena pemerintah tak hadir dalam rapat”, ungkapnya.
Pun demikian dalam soal anggaran yang tak tuntas-tuntas bila pemerintah tak hadir dalam pembahasan. “Akibatnya kita pernah didekte oleh pemerintah soal anggaran”, ujarnya. “Akhirnya kita memakai anggaran yang sudah dirancang oleh pemerintah”, tambahnya. Dirinya bertanya, apakah ini disebut pembagian atau pemisahan kekuasaan.
Masalah yang demikian disebut Bambang Soesatyo sebagai pekerjaan rumah bagi Lembaga Pengkajian untuk mencari solusinya. Dikatanya saat ini ada lembaga yang kekuasaannya bisa melebihi kekuasaan pemerintah dan DPR. “Kadang 560 anggota DPR dikalahkan oleh MK yang jumlah anggotanya 9 orang”, ungkapnya. Hal seperti itu menurutnya perlu diperbaiki agar sesuai dengan yang diharapkan.
Dikatakan, DPR mempunyai 3 fungsi yakni legislatif, anggaran, dan pengawasan. Hubungan DPR dan Pemerintah dalam undang-undang disebutkan seperti membahas dan menyetujui undang-undang; menyetujui banyak hal seperti Perppu, perdamaian dan perjanjian internasional, pengangkatan duta besar, dan menerima duta besar dari negara lain. DPR disebut juga mempunyai peran lain terkait KY, MA, dan lembaga negara lainnya.
“Bersama dengan Pemerintah, kita membuat kebijakan umum yang sifatnya mengikat, yakni membuat undang-undang”, jelasnya. “Jadi kalau Pemerintah menjalankan undang-undang maka kita mendukungnya”, tambahnya.
Menanggapi problem kekuasaan yang demikian, anggota Lemkaji, Valina Singka, mengatakan sistem presidential efektif bila didukung sistem kepartaian yang sederhana.