News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua DPR Harap Lemkaji MPR Pecahkan Masalah Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

“Seperti di Amerika Serikat ada dua partai, Demokrat dan Republik”, tuturnya. Diakui di sana ada partai-partai yang lain namun partai-partai kecil itu akhirnya menghimpun diri pada dua partai besar tadi.

Dirinya khawatir bila Presiden bukan berasal dari partai mayoritas di parlement. Untuk itu diperlukan koalisi mendukung Presiden. Alumni Universitas Indonesia itu mengakui sejak Pemilu Presiden 2004, 2009, dan 2014, terjadi koalisi partai namun sayangnya koalisi yang dibangun tak efektif. Ini bisa terjadi karena anggota koalisi bergerak bebas sesuai dengan kondisi politik yang terjadi.

“Ini terjadi karena koalisi yang dibangun bukan berdasarkan nilai tetapi karena kepentingan”, paparnya.

Ada usulan untuk mengurangi jumlah partai politik, caranya dengan meningkatkan parlement threshold. Namun hal yang demikian lagi-lagi belum berhasil menyederhanakan jumlah partai politik. “Solusi mengurangi partai, bisa memperkecil distric magnitude”, ujarnya.

Bukhori Yusuf, anggota Lemkaji lainnya, mengatakan tak ada satu sistem pemerintahan di sebuah negara yang sempurna. “Üntuk itu tak relevan bila kita meniru seratus persen sistem negara lain”, paparnya. “Tak ada sistem yang mutlak”, tambahnya.

Dirinya menyadari saat belajar tentang demokrasi, saat kuliah, ternyata apa yang dipelajari itu berbeda saat menjadi anggota DPR. “Berbeda antara teks dan lapangan”, akunya.

Bagi Bukhori dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kunci sebenarnya adalah kesepakatan. Sehingga ia menyatakan tak perlu bertele-tele dalam masalah kekuasaan. Menurutnya kualitas berbangsa dan bernegara tak ditentukan oleh sistemnya namun oleh manusianya.

Bila ada masalah antara MK dan DPR, menurut Bukhori itu karena kesalahan DPR sendiri sebab syarat untuk menjadi anggota MK adalah seorang yang masuk dalam kriteria negarawan.

“Nah DPR memilih orang yang sedang atau mempunyai masalah menjadi hakim MK”, tuturnya. “Bukan negarawan tetapi dipaksa menjadi hakim MK”, tambahnya. Akibat yang demikian dikatakan MK membuat turbulensi sendiri. “Jadi bukan sistemnya tetapi orangnya”, tegasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini