TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penunjukan Menteri Koordinatir Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto sebagai koordinator tanggap bencana di Palu, Donggala, Sigi, tak selamanya direspon baik.
Salah satunya diutarakan NGO lokal Indonesia Humanitarian Alliance (IHA) yang menyebut ada kekhawatiran UU Militer diterapkan saat penanganan pasca bencana
Padahal menurut Programme Director IHA, Surya Rahman, sesuai amanah maka UU penanganan bencana jelas tercantum dalam UU sipil atau BNPB.
Sehingga dalam konteks kebencanaan militer bersifat membantu bukan menjadi koordinator.
"Sebenarnya sah-sah saja pemerintah melibatkan militer dalam konteks penanggulangan bencana tetapi lebih berbicara amanah UU sendiri, penanggulangan bencana diserahkan pada sipil (BNPB) bukan pada militer," ujar dia usai kegiatan FGD South East Asia Humanity Committee (SEAHUM), di restoran bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2018).
Baca: Menkumham Surati Kapolri Minta Bantuan Kembalikan Napi ke Lapas Setelah Gempa di Sulteng
Meski demikian, ia tak menampik militer juga memiliki kapasitas terkait penanggulangan bencana, namun tentu jumlahnya tak banyak dan tak sebesar jika dikelola sipil.
"Menko menunjuk poskonya dari militer, padahal sebenarnya kalau berbicara soal penanggulangan bencana ada 3 pihak dilibatkan, pertama pemerintah, kedua masyarakat, ketiga private sektor," kata Surya
"Itu mereka banyak sekali melibatkan secara struktural TNI yang ada didalamnya, padahal ini bukan perang," sambung dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menunjuk Wiranto sebagai kordinator penanganan gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah, melalui akun Instagram resminya, Sabtu (29/9/2018) lalu.
"Saya sudah memerintahkan Menkopolhukam untuk mengoordinasikan jajarannya, BNPB, dan TNI untuk melakukan penanganan darurat atas peristiwa ini: melakukan pencarian korban, evakuasi, dan menyiapkan kebutuhan-kebutuhan dasar yang diperlukan, selekas mungkin," terang Jokowi.