TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat bersaksi di sidang dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan terdakwa pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR), Johannes Budisutrisno Kotjo, Kamis (18/10/2018).
Direktur Utama PT Samantaka Batubara, AM Rudi Herlambang mengaku sempat dikenalkaan dengan anggota DPR RI, Eni Maulani Saragih oleh terdakwa Kotjo terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
"Pertengahan 2017, saya dikenakan dengan Bu Eni oleh terdakwa di ruangan beliau. Saat itu yaang dibicarakan bukan soal Riau-1 tapi tambang yang lain," ujar Rudi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Lanjut jaksa bertanya apakah ada peran Eni ataupun Eni memfasilitasi soal PLTU Riau-1 ke PT PLN (Persero)? Rudi mengamini. Dia bercerita Eni pernah menghubunginya untuk sama-sama pergi ke kantor PLN Pusat namun hal itu ditolak oleh Rudi.
Menurut Rudi dia tidak berani pergi ke kantor PLN Pusat karena sudah ada kesepakatan sebelumnya soal Rudi yang mengurusi teknis sementara Kotjo untuk urusan nonteknis.
Baca: PKB: Dana Saksi dari APBN Demi Kualitas Demokrasi
"Jadi terdakwa ini sedang di Jerman, saya dihubungi Bu Eni diajak ketemu orang PLN. Saya tidak berani, karena sudah ada bagi tugas dengan terdakwa, saya hanya urusan teknis," tegas Rudi.
Sepulangnya Kotjo dari Jerman, Kotjo menyampaikan pada Rudi bahwa Eni yang akan membantu dalam PLTU Riau-1 baik untuk mengatur pertemuan dengan PLN maupun memfasilitasi pertemuan.
Baca: Iwan Fals Kembali Buat Polling Pilpres 2019, Hasilnya Berbanding Terbalik dengan Bulan Lalu
Jaksa mencecar apakah Rudi mengetahui siapa Eni sehingga bisa mengatur hingga memfasilitasi pertemuan dengan PLN? Rudi menjawab yang dia ketahui, Eni adalah anggota DPR.
"Memang Eni ada koneksi di PLN? ," tanya jaksa.
"Yang saya tahu Bu Eni hanya anggota DPR saja, baru di 2018 saya tahu dia di Komisi VII," kata Rudi.
Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang Rp 4,7 miliar ke Eni Saragih dan Idrus Marham agar meloloskan proyek PLTU Riau-1 dengan nilai proyek 900 juta dollar AS.
Kotjo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.