TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsyi, memastikan insiden peluru nyasar ke Gedung DPR terjadi bukan karena disengaja.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Majelis Syuro PKS itu usai memantau jalannya uji tembak pistol jenis Glock 17 dengan peluru 9x19 mm di Lapangan Tembak Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (23/10/2018).
Baca: Diduga Pecahkan Kaca, Pendemo di Kantor Dinas Pendidikan Sulbar Diamankan Polisi
"Kita dari yang langsung ada di gedung bisa memahami bahwa seungguhnya jarak tembak glock 17 yang dipakai dalam peristiwa 15 Oktober itu gen 4 nya, dengan peluru yang sama 9 milimeter dengan posisi yang sama ya. Artinya tingkat sasaran tembak dan perpecahannya tak jauh berbeda," ujar Aboe Bakar.
Menurut Aboe Bakar dengan jarak dan peluru yang sama dapat menembus objek seperti yang ada di gedung DPR.
Hal ini menurutnya membuktikan bahwa tembakan nyasar itu terjadi karena kesalahan tersangka saat latihan.
"Saya kira ini sudah membuktikan bahwa yang mengatakan bisa sasaran lain itu menjadi tidak benar dan artinya merupakan kesalahan dalam latihan di lapangan," tegasnya.
Seperti diketahui, polisi telah melakukan uji tembak pistol jenis Glock 17 dengan peluru 9x19 mm yang diduga digunakan penembak nyasar ke Gedung DPR.
Pada uji coba ini, polisi menembakan peluru kaliber 9x19 mm dari jarak 300 meter ke sasaran tembak berupa kaca dan papan triplek di belakangnya.
Sasaran tembak diletakkan sesuai dengan jarak antara lapangan tembak Senayan dengan gedung DPR.
Hasilnya peluru mampu menembus sasaran berupa kaca dan tiga lembar triplek yang disatukan.
Dalam kasus peluru nyasar ke Gedung DPR ini polisi telah menetapkan dua orang tersangka yakni IAW dan RMY.
Polisi menyita beberapa barang bukti dari tangan keduanya yakni satu pucuk senjata api jenis Glock 17 warna hitam cokelat, tiga buah magazin, serta tiga kotak peluru ukuran 9x19 mm.
Senjata lain yang disita adalah satu pucuk senjata api merek AKAI Costum kaliber 40 warna hitam, dua buah magazin, dan tiga kotak peluru 9x19 mm.
Akibat kelalaiannya keduanya dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.